CakapCakap – Cakap People! Kematian akibat penyakit malaria yang ditularkan oleh nyamuk ini akan jauh melebihi mereka yang tewas akibat COVID-19 di sub-Sahara Afrika, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan pada hari Senin, 30 November 2020.
Melansir Reuters, lebih dari 409.000 orang di seluruh dunia – kebanyakan dari mereka adalah bayi di bagian termiskin Afrika – telah meninggal akibat malaria tahun 2019 lalu. Demikian diungkapkan WHO dalam laporan malaria global terbaru. Disebutkan juga bahwa COVID-19 hampir pasti akan membuat angka kematian akibat malaria tersebut lebih tinggi pada tahun 2020 ini.
“Perkiraan kami tergantung pada tingkat gangguan layanan (akibat COVID-19), mungkin ada lebih dari 20.000 dan 100.000 kematian akibat Malaria di sub-Sahara Afrika, kebanyakan dari mereka pada anak-anak,” kata Pedro Alsonso, Direktur Program Malaria WHO.
“Kemungkinan besar kematian akibat Malaria akan lebih besar daripada kematian akibat COVID-19,” tambahnya.
Laporan WHO menemukan ada 229 juta kasus Malaria secara global pada tahun 2019. Organisasi internasional yang bermarkan di Jenewa ini juga mengatakan bahwa banyak negara di seluruh dunia telah berjuang keras dan bertahan melawan penyakit tersebut.
Tetapi “keberhasilan jangka panjang dalam mencapai dunia bebas malaria dalam satu generasi masih jauh dari pasti,” katanya. Beberapa negara Afrika yang paling parah terkena malaria telah berjuang untuk membuat kemajuan yang signifikan sejak 2016.
Karena penularan malaria yang terus-menerus melalui nyamuk di banyak bagian dunia, separuh populasi global berisiko tertular penyakit – dan masih membunuh seorang anak setiap dua menit. Meskipun demikian, fokus pendanaan dan perhatian global telah dialihkan, membuat kemungkinan kematian anak yang dapat dicegah.
Peter Sands, Direktur Eksekutif Global Fund untuk memerangi AIDS, Tuberkulosis dan Malaria, mengatakan temuan laporan WHO terbaru ini muncul tepat waktu, di tengah perhatian dunia pada penyakit lain seperti COVID-19.
“Dunia kesehatan global, media, dan politik, semuanya terpaku pada COVID-19, namun kita tidak begitu memperhatikan penyakit yang masih menewaskan lebih dari 400.000 orang setiap tahun [akibat malaria, red], terutama anak-anak,” kata Sands.