in ,

WHO: Indonesia Harus Prioritaskan Tes untuk Melacak COVID-19, Kemungkinan Kasus Naik Hingga Oktober

Pandemi terus melaju di negara ini dan kemungkinan akan berlanjut naik hingga Oktober.

CakapCakapCakap People! Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa Indonesia harus mulai memprioritaskan tes untuk suspek COVID-19 untuk meningkatkan kemampuan penelusuran atau pelacakan— alih-alih menghabiskan sekitar 40 persen dari kapasitas pengujian negara untuk mengeluarkan pasien dari isolasi — karena pandemi terus melaju di negara ini dan kemungkinan akan berlanjut naik hingga Oktober.

Indonesia telah menggandakan kapasitas pengujian polymerase chain reaction (PCR) dalam sebulan terakhir. Pada hari Kamis, 9 Juli 2020, telah memproses total 992.069 spesimen, meningkat dibandingkan pada 9 Juni 2020 yang hanya 429.161 sampel. Namun, negara ini menghabiskan 17 tes PCR untuk setiap sepuluh suspek baru yang diuji, dibandingkan dengan 15 tes untuk setiap sepuluh suspek baru pada Juni.

FOTO FILE: Sebuah logo digambarkan di markas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss, Kamis, 25 Juni 2020. [Foto: REUTERS / DENIS BALIBOUSE]

WHO mencatat peningkatan kapasitas pengujian yang signifikan di Indonesia, tetapi juga menunjukkan secara substansial “jumlah kematian yang tinggi pada pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP),” ini mungkin mengindikasikan lebih banyak kasus COVID-19 yang tidak terdeteksi di antara 271 juta populasi negara ini.

“Tes PCR harus diprioritaskan untuk diagnosis kasus yang dicurigai (PDP dan ODP) daripada untuk tes tindak lanjut untuk pasien yang akan dipulangkan,” tulis WHO dalam laporan situasi terbaru pada hari Rabu, 8 Juli 2020.

Melansir Jakarta Globe, Indonesia masih mengikuti pedoman WHO yang sudah ketinggalan zaman, yang mengharuskan pasien COVID-19 yang dikonfirmasi untuk memiliki dua kali tes PCR negatif sebelum dipulangkan dari rumah sakit atau isolasi. Padahal WHO telah memperbarui pedoman tersebut pada 27 Mei. Dalam pedoman yang telah diperbarui itu mengatakan bahwa pasien COVID-19 tidak mungkin menularkan virus setelah rata-rata sekitar dua minggu sejak infeksi mereka dimulai.

Di bawah pedoman atau kriteria WHO yang diperbarui itu, pasien COVID-19 dengan gejala dapat meninggalkan isolasi “10 hari setelah sejak gejala dimulai, ditambah setidaknya tiga hari tambahan tanpa gejala,” kata WHO. Orang dengan kasus tanpa gejala dapat meninggalkan isolasi sepuluh hari setelah dites positif untuk SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan penyakit COVID-19.

“Jika diadopsi ke konteks negara, prioritas tes PCR ini berarti bahwa diagnosis ditingkatkan untuk kasus suspek COVID-19,” kata WHO.

Seruan WHO ini datang ketika Indonesia mencatat lonjakan tertinggi dalam kasus harian COVID-19 baru pada hari Kamis, 9 Juli 2020, dengan 2.657 kasus baru yang  menjadikan total kasus sebanyak 70.736.

Ilustrasi. [Foto: Times of India]

WHO mengatakan, mengutip model dari Universitas Indonesia, bahwa jumlah infeksi COVID-19 kemungkinan akan terus meningkat “hingga September atau Oktober kecuali langkah-langkah yang lebih ketat diperkenalkan.”

Penilaian ini sejalan dengan proyeksi lain dari tim CovidAnalytics dari Operation Research Centar di Massachusetts Institute of Technology, yang memperkirakan kenaikan lebih dari 4.000 kasus setiap hari pada bulan September.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan catatan lonjakan kasus harian pada hari Kamis, 9 Juli 2020 adalah “peringatan lampu merah” bagi Indonesia. Presiden mendesak pemerintah daerah untuk meningkatkan upaya mereka untuk menahan penyebaran COVID-19.

“Penyebaran COVID-19 di negara ini sangat tergantung pada bagaimana daerah mengendalikannya,” kata Jokowi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Inilah Gerai Starbucks yang Tidak Akan Pernah Salah Menulis Nama Kamu di Gelas Minuman

Kamu Mungkin Seorang Narsisis atau Psikopat Jika Mengabaikan Protokol Kesehatan COVID-19