CakapCakap – Cakap People! Negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencapai konsensus tentatif untuk merundingkan kesepakatan masa depan tentang pencegahan pandemi, menjembatani kesenjangan antara pihak yang dipimpin oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat, kata para diplomat, Minggu, 28 November 2021.
Rancangan resolusi, yang disepakati dalam negosiasi selama akhir pekan, akan dipresentasikan untuk diadopsi oleh para menteri kesehatan pada sidang khusus tiga hari WHO yang dibuka pada Senin, kata mereka, Reuters melaporkan.
Terobosan diplomatik itu terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran internasional atas varian virus corona Omicron, yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan bulan ini, yang telah menyebar lebih jauh ke seluruh dunia.
Kesepakatan global untuk memperkuat pencegahan dan respons pandemi, yang diharapkan siap pada Mei 2024, akan mencakup isu-isu seperti berbagi data dan urutan genom virus yang muncul, dan vaksin dan obat potensial apapun yang berasal dari penelitian.
“Keputusan ini, untuk membentuk badan negosiasi tentang kesepakatan pandemi di masa depan, mungkin hanya akhir dari awal, tetapi fleksibilitas yang ditunjukkan dan luasnya dukungan adalah pertanda baik untuk upaya vital yang akan datang,” Simon Manley, duta besar Inggris kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Inggris, bersama dengan UE dan sekitar 70 negara lainnya, telah mendorong perjanjian yang mengikat secara hukum. Amerika Serikat yang didukung oleh negara-negara termasuk Brasil dan India enggan berkomitmen pada perjanjian yang mengikat, kata para diplomat pekan lalu.
“Ada kesepakatan tentang teks yang bagi kami sangat memuaskan,” kata seorang diplomat Eropa. “Ini juga memberi Amerika jalan keluar, yang jelas-jelas bergabung.”
Diplomat lain berkata: “Ini adalah hasil yang baik … Ada niat baik yang sangat besar untuk mendapatkan bahasa yang sama.”
Draf resolusi tersebut diposting di situs WHO.
Lebih dari 260,77 juta orang dilaporkan sudah terinfeksi oleh virus corona dan 5,45 juta meninggal dunia sejak SARS-CoV-2 muncul di China pada Desember 2019. WHO mengatakan bahwa China masih belum membagikan beberapa data awalnya yang mungkin bisa membantu mengidentifikasi asal virus.