CakapCakap – Cakap People! Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr. Soumya Swaminathan memprediksi bahwa negara-negara di seluruh dunia akan membutuhkan waktu “empat hingga lima tahun” sebelum mereka bisa mengendalikan pandemi COVID-19.
Financial Times baru-baru ini menyelenggarakan “konferensi digital Global Boardroom” dan mengundang beberapa ahli termasuk Dr. Swaminathan bersama dengan Peter Piot, profesor kesehatan global di London School of Hygiene and Tropical Medicine, dan profesor epidemiologi Paul Franks dari Lund University.
Dalam konferensi tersebut, Dr. Swaminathan memperkirakan bahwa pandemi COVID-19 akan terus menginfeksi orang selama empat hingga lima tahun sebelum virus tersebut dikendalikan.
“Saya akan mengatakan dalam jangka waktu empat hingga lima tahun, kita bisa melihat pengendalian ini,” katanya kepada Financial Times.
Ia mengklarifikasi bahwa prediksinya tersebut adalah “no cristal ball” dan pandemi COVID-19 bahkan bisa “berpotensi menjadi lebih buruk”.
Dr. Swaminathan mengatakan bahwa tersedianya vaksin untuk melawan virus adalah “jalan keluar terbaik” tetapi ia memperingatkan bahwa akan ada banyak masalah yang perlu diatasi di sepanjang jalan, termasuk keamanan, kemanjuran, produksi, dan distribusi yang adil dari vaksin atau obat tersebut setelah tersedia di pasar.
Peter Piot, profesor kesehatan global di London School of Hygiene and Tropical Medicine, yang dites positif virus corona dan sekarang mulai pulih, mengatakan bahwa dunia perlu mencari cara untuk hidup dengan virus — mengingat fakta bahwa banyak virus dan penyakit masih belum memiliki vaksin yang tersedia hingga hari ini.
“Kita harus menemukan cara sebagai masyarakat untuk hidup dengan ini dan mengubah lockdown ke jenis intervensi yang lebih terperinci dan bertarget,” katanya.
Dr. Swaminathan lebih lanjut menyarankan bahwa para pembuat kebijakan harus mempertimbangkan antara risiko dan manfaat jika mereka berencana untuk melonggarkan tindakan pembatasan.
Sementara itu, profesor epidemiologi Paul Franks dari Lund University, berbagi tentang situasi Swedia, salah satu dari sedikit negara Eropa yang belum menerapkan perintah pembatasan atau lockdown. Menurutnya, Swedia memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangganya.
“Yang mana itu tidak terlihat bagus … Saya tidak akan mengatakan saat ini sepertinya pendekatan masyarakat terbuka telah bekerja dengan sangat baik,” kata Franks menekankan, memperingatkan bahwa negara-negara yang sekarang mulai melonggarkan pembatasan mungkin jumlah korban jiwanya akan mengejar Swedia.
Kedua profesor mengatakan bahwa cara terbaik untuk mengatasi ini adalah agar para pemimpin dunia untuk meningkatkan upaya pengujian massal. Sektor pemerintah dan swasta harus berinvestasi pada pengadaan lebih banyak alat tes untuk warganya.
“Tidak ada pilihan selain berinvestasi lebih banyak dalam pengujian,” kata Piot.
One Comment
Leave a ReplyOne Ping
Pingback:Update COVID-19 di RI [20 Mei]: Rekor Lonjakan Tertinggi, Kasus Positif COVID-19 Tembus 19.189 Orang - CakapCakap