CakapCakap – Cakap People! Satu dari tujuh kasus COVID-19 yang dilaporkan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah petugas medis. Dan, di beberapa negara, angkanya meningkat menjadi satu dari tiga kasus.
WHO menyerukan, agar petugas medis garis depan mendapatkan peralatan pelindung untuk mencegah mereka terinfeksi virus corona baru. Sebab, berpotensi menyebarkannya ke pasien dan keluarga mereka.
“Secara global, sekitar 14 persen kasus COVID-19 yang dilaporkan ke WHO terjadi di antara petugas medis, dan di beberapa negara sebanyak 35 persen,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada hari Kamis, 17 September 2020, seperti dikutip Reuters.
Hanya, dia mengatakan, data terbatas dan sulit untuk mengetahui, apakah petugas medis terinfeksi virus corona di tempat kerja atau komunitas mereka.
“Bukan hanya risiko infeksi. Setiap hari, petugas medis mengalami stres, kelelahan, stigma, diskriminasi, bahkan kekerasan,” ungkap Tedros dalam konferensi pers Hari Keselamatan Pasien Sedunia.
Menghantui petugas medis
Guy Ryder, Direktur Jenderal Organisasi Buruh Internasional (ILO), menyebutkan, angka WHO tentang infeksi di antara petugas medis adalah “kesaksian yang mengejutkan”.
“Keselamatan pasien juga membutuhkan jaminan keselamatan petugas medis, dua sisi dari mata uang yang sama. Sayangnya, terlalu sering jaminan tersebut hilang,” sebut Ryder, masih seperti dilansir Reuters.
Kepala Kedaruratan WHO Mike Ryan mengungkapkan, ada tiga hal yang menghantui petugas kesehatan di garis depan wabah penyakit menular.
“Pertama, berdiri di sana dan melihat orang mati karena Anda tidak dapat membantu mereka. Kedua, melihat seorang pekerja medis sakit dan tertular, sesama pekerja medis dan teman Anda,” bebernya.
“Dan yang ketiga, yang paling membebani petugas medis dalam situasi ini, adalah potensi mereka membawa penyakit itu pulang ke keluarga mereka, ke teman mereka, ke anak-anak mereka,” imbuh Ryan.
Lebih dari 1.000 perawat meninggal setelah tertular virus corona, Dewan Perawat Internasional, sebuah asosiasi yang berbasis di Jenewa, mengatakan dalam sebuah pernyataan.