Waspadalah! Sepertiga Es Himalaya Mencair, Ancaman bagi 2 Miliar Manusia

CakapCakap – Tahukah Cakap People bahwa es yang mencair akan membuat banjir? Hal ini yang juga menjadi konsentrasi para pakar iklim dunia yang menyoroti perubahan iklim selama ini. Bahkan yang mengerikan, Pegunungan Es Himalaya yang merupakan ladang es terbesar di dunia ini juga akan mengalami dampak pemanasan global, yang pastinya akan mencair. Lalu bagaimana jika Pegunungan Es mencair?

Pegunungan Himalaya ternyata menjadi ancaman serius bagi dunia. Emisi karbon yang terus terjadi membuat bumi ini semakin mengerikan. Jika dunia mampu memangkas proses emisi karbon, dan kenaikan suhu Bumi sukses untuk dijaga pada angka 1,5 derajat Celcius, maka 36 persen dari gletser di sekitar wilayah Hindu Kush dan Himalaya akan hilang pada tahun 2100. Tetapi jika dunia gagal menjaganya, maka kemungkinan terburuknya adalah percepatan hilangnya lapisan es di Himalaya hingga dua per tiga lebih cepat. Resiko yang akan ditanggung oleh bumi ini adalah ancaman serius bagi 2 miliar penghuni planet biru.

Di kawasan tersebut, yang merupakan Hindu Kush-Himalaya (HKH), terdapat Gletser dan sungai besar yang mengakomodasi kebutuhan sekitar lebih dari 1,65 Miliar orang. Krisis iklim yang terjadi adalah krisis yang cukup mengerikan di sepanjang sejarah. Mengapa? Karena diprediksi, walaupun dunia ini berupaya sekuat tenaga untuk mencegahnya, konsekuensi paling baik adalah menghilangnya sepertiga lapisan es di Himalaya, yang pastinya akan berdampak pada miliaran orang tersebut. Kondisi ini juga diperburuk dengan kurangnya perhatian dunia di kawasan HKH ini, berbeda dengan kawasan lain yang juga menjadi sasaran pemanasan global, yakni negara-negara pulau dataran rendah dan Kutub Utara.

Wilayah HKH ini, sejak tahun 1970-an, sudah mengalami penurunan masa es yang rutin yang rutin sekitar 15% karena peningkatan suhu global. Gletser yang mencair membuat sungai-sungai besar mengalami peningkatan volume air, dan berdampak pada masyarakat di sektar aliran sungai. Lebih mengerikan lagi, kawasan yang akan terdampak tersebut adalah masyarakat yang tercatat hidup dalam kondisi pendapatan kurang dari US$ 1,90 (sekitar Rp 265.000) sehari, bahkan juga dengan kondisi kurangnya akses bantuan jika bencana melanda.