Sudah tahu soal bitcoin, kan, guys? Itu, lho, cryptocurrency yang menggemparkan dunia gara-gara nilainya yang terus menanjak gila-gilaan. Bayangkan saja, harga bitcoin awal tahun ini kurang dari seribu dolar Amerika. Lha, minggu kemarin harga sekeping bitcoin untuk pertama kalinya menembus nilai 10 ribu dolar Amerika, dan mendekati 12 ribu dolar AS akhir minggu kemarin.
Edan. Pantesan ada banyak cerita unik beredar di Internet. Salah satunya ada orang yang dikasih beberapa keping bitcoin ama temannya gara-gara ditraktir makan siang. Doi nyesel, dan bilang kalau sebaiknya waktu itu dikasih uang aja. Kalau bitcoin punya dia gak dikasih ke temannya, mungkin dia sudah punya uang untuk beli rumah. Wajar saja, sih, orang semacam ini sedikit blingsatan. Bayangin saja kamu beli bitcoin di tahun 2011 seharga 100 dolar Amerika. Sekarang, nilai bitcoin kamu itu sekitar 4 juta dolar Amerika, lho!
Eit, jangan sampai salah sangka, lho. Itu bitcoin dibuat bukan untuk dijadikan instrumen investasi. Para kreatornya sendiri menjadikan bitcoin sebagai pengganti uang fisik yang beredar di pasar global. Gak ada bank sentral di seluruh dunia yang membuat bitcoin, guys. Jadinya, gak ada pemerintah yang bakal bisa jadi tempat curhat kamu kalau seandainya kamu ketipu orang yang nawarin jualan bitcoin. Tujuan utama bitcoin dibikin tak lain biar transaksi di Internet lebih gampang karena gak ada intervensi pemerintah manapun. Gitu doang.
Tapi, ada persoalan lain yang muncul dari bitcoin ini. Yang sudah kerasa banget, tuh, ya, melonjaknya tagihan listrik. Kenapa begitu? Ya, itu karena biar punya bitcoin kamu harus melakukan penambangan alias mining bitcoin. Aktivitas nambang bitcoin sebenarnya enggak beda jauh sama nambang minyak atau emas, guys. Kalau untuk dapetin emas kamu kudu ngeruk tanah dan membelah bukit. Nah, buat kamu yang ingin punya bitcoin, komputer kamu kudu mampu nuntasin permasalahan matematis yang kompleksnya minta ampun. Ini algoritma matematika makin lama makin canggih.
Kenapa, sih, pake algoritma canggih segala? Bukan gara-gara kurang kerjaan, lho, guys. Itu bitcoin dibikin ama para kreatornya dalam jumlah terbatas. Cuma ada 21 juta keping bitcoin yang dibuat. Ya, kamu bayangin saja ada 1 dunia tapi uang yang tersedia hanya 21 juta. Gimana orang gak rebutan?
Mau gak mau, biar kamu bisa dapetin bitcoin, komputer kamu tak cukup kalo sekedar canggih banget. Tapi, juga harus sering dalam kondisi nyala. Nah, kamu bisa bayangin saja berapa tagihan listrik yang harus dibayar mama kamu.
Makanya, ada yang bilang kalau bitcoin hanya ngabisin waktu aja. Mending kerja yang nyata aja, deh, ketimbang tiap hari nambang bitcoin melulu. Selain belum tentu langsung dapetin, tagihan listrik dipastikan membludak. Di Amerika Serikat aja, guys setiap transaksi penambangan bitcoin ngabisin energi yang sama dengan yang dipake 9 rumah di negara itu. Gila, enggak, sih?
Nggak cuma itu, total daya komputer di seluruh dunia yang kerjaannya dipake untuk nambang bitcoin besarannya hampir 100 ribu lebih besar ketimbang penjumlahan 500 superkomputer tercepat saat ini.
Bitcoin bener-bener nguras energi, guys. Setiap tahunnya diperkirakan penambangan bitcoin makan listrik sebesar 31 terawatt (nol-nya ada 12 biji, nih). Ini benar-benar keterlaluan, guys. Kenapa begitu? Ya, for your information, nih, ada 150 negara di dunia ini yang konsumsi energi listrik tahunannya enggak sebesar itu.
Meski sudah tahu kalau bitcoin boros listrik, masih aja banyak orang yang tertarik untuk nambang. Bahkan, katanya jaringan komputer yang doyan banget ama listrik ini terus nambah kebutuhannya setiap hari sampai sebesar 450 gigawatt-hour. Nilai segitu hampir sama dengan konsumsi energi listrik satu Haiti dalam setahun. Brutal juga, ya.
Hak kamu juga, sih, kalau mau nambang bitcoin. Yang pasti, kegiatan kamu yang satu itu boros listrik dan itu membebani negara, bro. Belum lagi pembangkitan listrik di negara kita, kan, masih didominasi ama batu bara. Itu artinya bikin polusi aja, kan? ****