in ,

Tingkat Kematian Para Dokter di Indonesia Akibat COVID-19 Kalahkan Amerika Serikat

IDI memperkirakan kematian para dokter tersebut akan menempatkan 223.000 orang Indonesia tanpa layanan dokter selama sembilan tahun ke depan

CakapCakapCakap People! Setidaknya 72 dokter di Indonesia telah meninggal dunia karena COVID-19 dalam waktu lima bulan di mana para petugas kesehatan berjuang dengan meningkatnya jumlah kasus di negara ini, menempatkan Indonesia di antara negara-negara dengan tingkat kematian tertinggi di antara para dokter di dunia, demikian kata Ikatan Dokter Indonesia, atau IDI, pada hari Minggu, 2 Agustus 2020.

Kehilangan banyak dokter juga berarti bahwa ada ratusan ribu orang Indonesia yang kemungkinan bakal kehilangan akses ke layanan dokter selama dekade berikutnya.

Ilustrasi. [Foto: Pixabay]

Melansir Jakarta Globe, Selasa, 4 Agustus 2020, Mohammad Adib Khumaidi, Wakil Ketua Dewan Eksekutif IDI, mengatakan bahwa hari ini angka kematian COVID-19 di antara para dokter di Indonesia mencapai 2,4 persen. Jumlah tersebut adalah enam kali lebih tinggi dibanding Amerika Serikat (AS) — negara dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi di dunia — yang hanya mencatat 0,37 persen dari angka kematian di antara para dokter pada 13 Juli, katanya.

Sebagai perbandingan, tingkat kematian kasus COVID-19 di antara populasi umum Indonesia sekarang mencapai 4,7 persen.

Adib mengatakan IDI memperkirakan kematian para dokter tersebut akan menempatkan 223.000 orang Indonesia tanpa layanan dokter selama sembilan tahun ke depan — di mana itu merupakan jumlah rata-rata yang diperkirakan dari sisa tahun layanan atau tugas para dokter yang telah meninggal. Angka kematian itu lebih tinggi daripada Mesir, yang akan melihat 222.000 orang terkena dampak kehilangan dokter mereka, serta AS (195.000), Inggris (193.000), dan Brasil (160.000).

Tingginya jumlah kematian di antara dokter yang terpapar kapasitas sistem kesehatan Indonesia untuk deteksi pandemi, isolasi, dan terapi masih tidak memadai.

“Di negara lain, mungkin ada lebih banyak kasus, tetapi kemampuan pengujian mereka juga tinggi. Itu berarti tingkat kematian yang rendah di antara tenaga medis,” kata Adib.

Ilustrasi. [Foto: Pixabay]

Halik Malik, juru bicara IDI, mengatakan semua dokter meninggal saat bertugas merawat pasien COVID-19 karena jumlah alat pelindung diri (APD) terbatas.

Selain itu, fasilitas kesehatan tidak dapat menyaring pasien saat memasuki tempat kerja para dokter. Juga, ruangan yang terbatas di fasilitas kesehatan untuk memisahkan pasien COVID-19 dari pasien lainya, di mana seharusnya para dokter tak perlu terpapar penyakit, bahkan ketika mereka tidak merawat pasien Covid-19, kata Halik.

“Selain itu, ada juga faktor risiko lain untuk kerentanan seperti usia dan penyakit penyerta [yang dimiliki para dokter],” kata Halik.

Halik mengatakan IDI telah membentuk tim audit untuk mengeksplorasi dan menyelidiki kematian para dokter selama pandemi COVID-19.

Sementara itu, IDI mendesak pemerintah untuk meningkatkan keselamatan para pekerja kesehatan.

“Harus ada jaminan keselamatan bagi petugas kesehatan seperti pengaturan shift atau jam kerja yang tidak berlebihan, APD standar, insentif tambahan, dukungan untuk akomodasi dan transportasi, dan screening rutin,” kata Halik.

“Pemerintah perlu membuka akses RT PCR atau tes swab ke semua rumah sakit untuk screening para petugas secara teratur,” kata Halik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jawa Timur Laporkan Lonjakan Tertinggi Kasus Virus Corona

Kasus Covid-19 Makin Meroket, Jatim Sulap Stadion Sepak Bola jadi Pondok Rehabilitasi!