CakapCakap – Cakap People! Pada bulan Desember 1941, beberapa jam setelah Tentara Kekaisaran Jepang menyerang Pearl Harbor, mereka menginvasi Filipina melalui Teluk Lingayen. Dan mimpi buruk lain bagi penduduk Filipina ketika itu dimulai.
Tentara Jepang mengambil semuanya saat mereka menyiksa dan membunuh ratusan ribu orang Filipina selama pendudukan tersebut. Seolah-olah itu belum cukup, mereka juga memperkosa wanita yang tidak berdaya dan memaksa mereka untuk menjadi ‘Wanita Penghibur’ di rumah bordil yang didirikan di seluruh negeri itu. Beberapa dari wanita itu selamat dan menceritakan kisah horor mereka saat di tangan musuh.
Sementara beberapa orang dengan berani bertempur melakukan perlawanan sebagai perawat, mata-mata, atau tentara, seorang wanita luar biasa memimpin 110 gerilyawan untuk memusnahkan 200 tentara Jepang. Dia dalah Nieves Fernandez dari Tacloban, Leyte.
Nieves Fernandez adalah seorang guru sekolah pelindung yang terpaksa membunuh tentara Jepang.
Mereka telah merampas semua yang dimiliki Nieves Fernandez termasuk bisnis kecilnya. Namun, ketika mereka mengancam akan mengambil para muridnya, dia memutuskan untuk melawan.
“Ketika Jepang datang, tidak ada yang bisa menyimpan apapun,” kata Fernandez kepada Lewiston Daily Sun, pada November 1944, seperti dilansir Elite Readers.
“Mereka mengambil semua yang mereka inginkan,” ujarnya.
“Mereka punya cara-cara untuk menyiksa, seperti memberi Anda mandi air panas mendidih dan mandi air dingin secara bergantian, dengan tanpa pernah istirahat, tidak pernah makan, tidak pernah ada air kecuali air sabun di bak mandi,” kata Fernandez dalam artikel berjudul ‘School-ma’am led Guerillas on Leyte’.
Fernandez diam-diam menyergap tentara Jepang di hutan menggunakan senapan darurat dan bolo.
Selama dua tahun, Fernandez bekerja sendirian. Tanpa alas kaki dan berpakaian hitam, dia diam-diam menyerang dengan menargetkan arteri karotis dan vena jugularis musuh.
Dalam foto oleh Stanley Troutman yang diambil pada tanggal 7 November 1944 ini, dia menunjukkan kepada Tentara Angkatan Darat AS, Andrew Lupiba, bagaimana dia menggunakan pedang tersebut untuk melawan dan membunuh tentara musuh di Leyte.
Keberaniannya menginspirasi orang-orang pribumi dari selatan Tacloban untuk mengikutinya. Dari murid-muridnya yang memanggilnya ‘Miss Fernandez’ hingga orang-orang memanggilnya sebagai ‘Kapten Nieves Fernandez’.
Dijuluki sebagai ‘The Silent Killer’, Fernandez mengajari para gerilyawan Waray cara mengimprovisasi granat dan senapan dari pipa gas yang diisi dengan bubuk mesiu dan paku tua, yang disebut sebagai ‘Latongs’ atau ‘Paltik’.
Dengan ditambah tiga senapan Amerika dan senjata musuh yang dicuri, mereka berhasil membunuh 200 tentara Jepang. Orang Amerika kadang-kadang menyebut mereka ‘The Gas Pipe Gang’.
Tentara gerilanya begitu efisien dan mematikan. Mereka tak ada yang berani mengkhianati Fernandez meski diiming-imingi 10.000 peso, Heroes of Resistance menuliskan. Wanita itu terluka sekali — sebuah peluru mengenai lengan kanannya — tapi keberanian wanita yang galak itu tidak hilang.
Dia melanjutkan pertarungan, membebaskan para tawanan perang dan wanita penghibur. Mereka menyerbu pos-pos terdepan dan juga menyabotase pasokan Jepang.
Ketika pasukan Amerika datang ke Leyte pada tahun 1944, Kapten Nieves Fernandez dan pasukannya telah membebaskan banyak desa dari Tentara Kekaisaran Jepang.
Kapten Nievevs Fernandez adalah satu-satunya komandan gerilya wanita di Filipina selama Perang Dunia II.