CakapCakap – Cakap People! Ketika kasus COVID-19 saat ini meningkat kembali di seluruh Eropa, Swedia justru menikmati rekor jumlah infeksi dan kematian yang rendah meskipun berbulan-bulan negara itu tidak memberlakukan lockdown.
Tingkat infeksi Swedia — yang pernah menjadi tertinggi di Eropa — sekarang lebih rendah daripada di Inggris, Spanyol, Prancis atau Italia, serta Norwegia dan Denmark di mana para pemimpin telah lama khawatir dengan tingkat kematian tetangganya yang tinggi.
Kondisi Swedia saat ini membuat Inggris menghapus negara itu dari daftar karantina, membuka pintu pariwisata dan ekonomi yang telah mengalami penurunan yang lebih ringan daripada sebagian besar negara Eropa.
Lalu, bagaimana cara Swedia bisa mencapai kondisi seperti saat ini tanpa lockdown?
Melansir The Daily Mail, Senin, 14 September 2020, Swedia telah meratakan kurva tanpa lockdown, tanpa memerintahkan rakyatnya untuk tetap tinggal di rumah — toko, sekolah, dan restoran tetap buka bahkan saat di puncak pandemi. Namun warga Swedia percaya bahwa dengan selalu melakukan dua hal mendasar, yaitu cuci tangan dan social distancing, mereka dapat memerangi virus corona.
Ahli epidemiologi top di negara Nordik itu juga tidak memandang masker sebagai cara efektif, dan bersikeras lockdown penuh tidak akan mencegah kematian di ruang perawatan.
Tingkat infeksi Swedia adalah yang tertinggi di Eropa pada pertengahan Juni, ketika peningkatan skrining menyebabkan lebih dari 1.000 orang dites positif per hari.
Swedia sempat marah ketika tetangganya di Skandinavia Finlandia mengecualikannya dari pelonggaran pembatasan perjalanan di negara-negara Baltik dan Nordik.
Inggris juga ketika itu tidak memasukkan Swedia dari daftar ‘koridor perjalanan’ karena tingkat infeksinya masih terlalu tinggi, sementara perdana menteri Swedia mengumumkan penyelidikan atas penanganan penyakit di negara itu.
Namun, situasinya telah berbalik total dalam tiga bulan sejak itu, dengan infeksi melonjak di sebagian besar Eropa tetapi Swedia mencapai rekor terendah.
Swedia mengumumkan hanya 7.131 kasus baru di bulan Agustus, turun dari 11.971 di bulan Juli dan angka yang jauh lebih tinggi yaitu 30.909 di bulan Juni.
Sebaliknya, kasus meningkat empat kali lipat dari Juli hingga Agustus di Spanyol dan Prancis, dan lebih dari dua kali lipat di Jerman dan Italia, sementara Inggris minggu ini memperketat pembatasan setelah peningkatan kasus.
Tingkat infeksi tertinggi di Eropa Barat sekarang ada di Spanyol (200 kasus per satu juta) dan Prancis (118), sementara Inggris 37 dengan Swedia jauh di bawah mereka yaitu 17 kasus.
Angka Swedia saat ini lebih rendah daripada di Norwegia (19) dan Denmark (38), dengan Finlandia merupakan yang terendah dari empat negara Nordik daratan utama dengan tujuh kasus per 1 juta.
Sekolah dibuka kembali di Swedia pertengahan Agustus dan pejabat kesehatan mengatakan mereka tidak memperkirakan bahwa virus akan muncul kembali dalam beberapa minggu mendatang.
Pada hari Selasa, 8 September 2020, Swedia mengumumkan bahwa mereka telah melakukan sejumlah tes dan hasilnya hanya 1,2 persen yang kembali positif — tingkat terendah sejak krisis dimulai.
Pada puncak krisis pada musim semi, hasilnya ada 19 persen yang positif setelah dilakukan tes — hampir satu dari lima orang — kembali positif dalam beberapa minggu.
“Tujuan dari pendekatan kami adalah agar orang-orang itu sendiri yang memahami kebutuhan untuk mematuhi rekomendasi dan pedoman yang ada,” kata kepala badan kesehatan Johan Carlson di konferensi pers.
“Tidak ada cara lain sebelum ada tindakan medis, terutama vaksin. Warga Swedia telah melakukannya sepenuh hati,” lanjutnya dikutip dari Daily Mail.
Kematian juga telah menurun ke level terendah sejak hari-hari awal pandemi, dengan hanya 11 kematian baru dalam seminggu terakhir.
Ada 681 kematian dalam minggu terburuk pandemi dari 19-25 April, ketika orang Swedia masih pergi ke toko-toko sementara sebagian besar Eropa diisolasi.
Pada 15 Juni, Swedia mengalami rata-rata 7 hari 101 kasus per juta orang per hari, sedangkan tertinggi berikutnya di Eropa adalah Belarusia dengan 79 kasus.
Di Eropa Barat, tertinggi berikutnya adalah Portugal dengan 30 kasus per juta, sedangkan negara tetangga Swedia jauh lebih rendah: Denmark enam, Finlandia tiga, Norwegia dua.
Selain itu, Swedia telah mengumpulkan lebih banyak kematian daripada Norwegia, Denmark dan Finlandia, dengan total 5.843 kematian, meskipun populasinya hanya dua kali lebih besar dari negara-negara tersebut.
Angka-angka Swedia memicu kekhawatiran dan strateginya menimbulkan kritik di dalam dan luar negeri, dengan banyak negara meninggalkan Swedia dari daftar tujuan perjalanan yang disetujui ketika mereka melanjutkan pariwisata.
Dalam beberapa minggu terakhir, beberapa hari telah berlalu tanpa seorang pun pasien baru menjalani perawatan intensif – dibandingkan dengan lusinan yang masuk ke ICU setiap hari di bulan April.
Hanya ada enam pasien virus di rumah sakit Stockholm pada 31 Agustus dibandingkan dengan 225 pada akhir April, kata otoritas kesehatan setempat Region Stockholm.
Per Follin, kepala departemen di Stockholm’s Communicable Disease Control and Prevention, mengatakan angka di ibu kota berada pada ‘level terendah dalam waktu yang sangat lama.’
“Alasan kami memiliki transmisi yang relatif rendah sekarang ini sebagian besar karena fakta bahwa begitu banyak warga Stockholm mengikuti rekomendasi untuk tinggal di rumah ketika Anda sakit, mencuci tangan dan menjaga jarak,” kata Follin.
Pemerintah Swedia juga sudah sering menyebutkan tingkat kepercayaan yang tinggi pada pihak berwenang menjadi alasan, kenapa tindakan pencegahan virus bisa bersifat sukarela bukan paksaan.
Strategi ini mendapat pujian dari WHO sebagai model berkelanjutan untuk mengatasi virus. Para petinggi Swedia pun mengatakan, akan menerapkan pembatasan lunak lebih lama.
Toko-toko dan restoran tetap buka dengan aturan jarak sosial, sementara sebagian besar sekolah tetap buka dan tingkat infeksi di antara anak-anak tidak lebih tinggi daripada di Finlandia yang menutup sekolah-sekolahnya, kata para pejabat.
Swedia tidak menerapkan herd immunity, tetapi para pejabatnya merasa hal itu secara bertahap akan membantu membatasi penyebaran penyakit. Meski begitu para ilmuwan belum sepenuhnya yakin secara tepat berapa banyak atau berapa lama kekebalan muncul setelah pulih dari Covid-19.
Studi dari Royal Society of Medicine Inggris bulan lalu menemukan, hanya 15 persen orang di Stockholm yang memiliki antibodi virus ini pada Mei 2020.