CakapCakap – Cakap People! Korea Selatan (Korsel) tengah mengalami krisis angka kelahiran, seperti halnya negara maju di Asia Timur yang lainnya, Jepang. Angka kelahiran di negara dengan sebutan Negeri Ginseng tersebut kini semakin rendah.
Ternyata, menurut studi penelitian, rendahnya angka kelahiran di Korsel pemicu utamanya bukan karena generasi mudanya enggan menikah dan lebih banyak memilih hidup sendiri. Melainkan karena harga properti seperti rumah yang semakin melambung.
Mengutip Allkpop, Kamis 4 Januari 2023, studi penelitian yang digelar Korea Research Institute for Human Settlements mengungkapkan bahwa faktor paling signifikan yang berkontribusi terhadap rendahnya angka kelahiran di Korea Selatan adalah sebagai dampak kenaikan harga real estate alias rumah tinggal dan tren ini semakin meningkat sejak tahun 2010.
Hasil studi yang dipaparkan lewat laporan berjudul ‘Diagnosis Penyebab Rendahnya Angka Kelahiran dan Arah Kebijakan di Real Estate, yang dirilis pada 3 Januari 2024, studi tersebut mengidentifikasi harga rumah di Korea Selatan dari tahun sebelumnya, termasuk penjualan dan sewa, sebagai faktor utama yang mempengaruhi keputusan untuk memiliki anak pertama menurut 30,4 persen responden di seluruh negeri.
Dikatakan pengaruh mahalnya harga rumah ini lebih nyata terjadi di kota besar seperti Seoul, di mana 38,4 persen koresponden menyatakan bahwa harga rumah merupakan hal yang signifikan, dibandingkan dengan 26,5 persen di wilayah non-metropolitan.
Kemudian faktor selanjutnya, disusul semakin mahalnya biaya pendidikan yang persentasenya meningkat menjadi 9,1 persen melebihi kontribusi faktor penentu kelahiran anak pertama 5,5 persen. Mengacu pada hasil ini, ditekankan kalau perlunya kebijakan yang disesuaikan untuk memulihkan angka kelahiran anak pertama, kedua, dan ketiga.
“Untuk mendorong kelahiran anak pertama, dukungan kebijakan di sektor perumahan sangatlah penting, sementara dukungan di sektor pendidikan menjadi penting untuk kelahiran dua anak atau lebih,” jelas Park Jin Baek, peneliti dan penulis laporan tersebut.
Studi yang sama juga mencatat bagaimana pengaruh harga rumah terhadap keputusan untuk memiliki anak, menjadi lebih cepat selama bertahun-tahun. Pada akhir tahun 1990-an, dibutuhkan waktu sekitar sepuluh bulan untuk melihat perubahan angka kelahiran setelah harga rumah naik. Namun sejak pertengahan tahun 2010-an, reaksi ini terjadi lebih cepat.
“Upaya-upaya yang ada harus fokus pada perluasan pasokan perumahan, seperti perumahan tipe akumulasi ekuitas yang memungkinkan pengantin baru dengan dana terbatas atau tidak mencukupi agar bisa membeli rumah dengan modal
“Untuk mendorong kelahiran anak pertama, dukungan kebijakan di sektor perumahan sangatlah penting, sementara dukungan di sektor pendidikan menjadi penting untuk kelahiran dua anak atau lebih,” jelas Park Jin Baek, peneliti dan penulis laporan tersebut.
Studi yang sama juga mencatat bagaimana pengaruh harga rumah terhadap keputusan untuk memiliki anak, menjadi lebih cepat selama bertahun-tahun. Pada akhir tahun 1990-an, dibutuhkan waktu sekitar sepuluh bulan untuk melihat perubahan angka kelahiran setelah harga rumah naik. Namun sejak pertengahan tahun 2010-an, reaksi ini terjadi lebih cepat.
“Upaya-upaya yang ada harus fokus pada perluasan pasokan perumahan, seperti perumahan tipe akumulasi ekuitas yang memungkinkan pengantin baru dengan dana terbatas atau tidak mencukupi agar bisa membeli rumah deng awal minimal dan mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga rumah,” pungkas Park Jin Baek.