CakapCakap – Cakap People! Negara tetangga terdekat Indonesia, Singapura resmi disebut sebagai “Blue Zone” alias “Zona Biru” keenam di dunia.
Melansir dari CNBC Make It, pencetus istilah “Zona Biru”, Dan Buettner menyebutkan bahwa Singapura adalah kawasan baru yang masuk ke dalam daftar “Zona Biru”, yakni tempat yang memiliki penduduk berusia 100 tahun yang jumlahnya 10 kali lebih banyak daripada Amerika Serikat (AS) berdasarkan basis per kapita.
“Singapura memiliki angka harapan hidup yang disesuaikan dengan kesehatan tertinggi di dunia. Jadi, apapun yang dilakukan Singapura adalah upaya untuk menghasilkan kehidupan yang paling lama dan sehat di Bumi,” kata Buettner, dikutip Senin 22 April 2024.
Buettner menjelaskan bahwa Singapura menjadi “Zona Biru 2.0” yang muncul sebagai buatan manusia. Sebelumnya, “Zona Biru” asli muncul berkat keadaan alami.
Sebagai informasi, ada lima kawasan yang ditetapkan sebagai “Zona Biru” asli oleh Buettner, yakni Ikaria, Yunani; Okinawa, Jepang; Wilayah Ogliastra, Sardinia, Italia; Loma Linda, California, Amerika Serikat (AS); dan Semenanjung Nicoya, Kosta Rika.
Masyarakat yang tinggal di masyarakat yang tinggal di wilayah Zona Biru itu terkenal panjang umur karena menjalani kehidupan yang bahagia.
“Zona biru lama menghilang karena menjadi Amerikanisasi. Mekanisasi menggantikan aktivitas fisik dan teknologi memutus hubungan manusia dengan interaksi tatap muka,” jelas Buettner.
Dalam studinya, Buettner meneliti faktor kebiasaan orang-orang paling sehat dan berumur panjang di dunia yang disebut “Power 9” atau sembilan prinsip. Berikut daftar “Power 9”.
1. Bergerak secara alami dalam kehidupan sehari-hari
2. Memiliki tujuan
3. Menjaga rutinitas untuk menghilangkan stres
4. Berhenti makan saat 80 persen kenyang
5. Makan lebih banyak makanan nabati
6. Mengonsumsi alkohol dalam jumlah sedang dan teratur
7. Berpartisipasi dalam komunitas
8. Menjaga orang-orang terkasih tetap dekat
9. Dikelilingi orang-orang dengan kebiasaan sehat.
Berikut beberapa pendorong kesehatan yang dimasukkan dalam kebijakan Singapura.
1. Jalan Kaki
Meskipun orang-orang di berbagai belahan dunia cenderung berkendara untuk mobilitas, sebagian besar warga Singapura tetap memilih berjalan kaki. Namun, hal ini biasanya dilakukan karena kebutuhan, bukan untuk tujuan berolahraga.
“Menurut saya, Singapura dengan cemerlang mengenakan pajak pada mobil, mengenakan pajak pada bensin, mengenakan pajak melalui penggunaan jalan raya dan kemudian berinvestasi besar-besaran dalam hal walkability, bikeability, dan transportasi umum,” kata Buettner.
Sebagai informasi, Anda harus mendapatkan izin kepemilikan mobil, COE, atau sertifikat hak yang harganya bisa lebih mahal daripada harga mobil terlebih dahulu untuk dapat membeli mobil di Singapura.
“Itu bukan hanya kebetulan, itu adalah perencanaan yang sangat bagus. Sebagai hasilnya, Anda membuat orang-orang berjalan dan tak menggunakan mobil,” kata Buettner.
2. Dekatkan orang-orang terkasih
Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang di Zona Biru cenderung memprioritaskan orang yang mereka cintai dan menjaga mereka tetap dekat.
Hal ini terlihat dalam kebijakan Singapura yang dikenal sebagai Proximity Housing Grant yang memberikan insentif finansial kepada masyarakat untuk tinggal bersama atau dekat dengan orang tua dan anak-anak mereka.
“Daripada menampung para lansia di panti jompo, seperti yang kita lakukan di AS, para lansia di sana tetap terikat dengan keluarga. Seringkali, mereka mendapatkan perawatan yang lebih baik dari keluarga sehingga hal ini mendukung harapan hidup orang lanjut usia,” ungkap Buettner.
3. Rasa memiliki
Menjadi bagian dari komunitas berbasis agama dapat berkorelasi dengan harapan hidup yang lebih panjang.
Hampir 80 persen orang dewasa Singapura berafiliasi dengan agama, menurut Pew Research Center. Selain itu, studi Pew Research pada 2014 menempatkan negara kota ini sebagai negara dengan agama paling beragam di dunia.
“Semua kecuali lima dari 263 orang berusia 100 tahun yang kami wawancarai berasal dari komunitas berbasis agama,” ujar Buettner.
“Penelitian menunjukkan bahwa menghadiri kebaktian berbasis agama empat kali sebulan akan menambah harapan hidup empat sampai 14 tahun,” lanjutnya.
4. Kebiasaan sehat
Singapura telah berhasil dalam menjadikan makanan sehat lebih murah dan lebih mudah diakses dibandingkan junk food. Negara ini telah menciptakan insentif bagi perusahaan makanan untuk menyediakan pilihan yang lebih sehat.
Pilihan yang lebih sehat seperti beras merah dan biji-bijian sedang dipromosikan oleh Dewan Promosi Kesehatan. Kementerian Kesehatan juga telah menciptakan sistem pelabelan yang menunjukkan kepada warga warung makan mana yang memiliki pilihan lebih sehat.
“Merokok telah menjadi sulit, tidak menarik dan mahal,” kata Buettner.
“Singapura telah melakukan pekerjaan yang baik dengan tampilan bungkus rokok, dengan gambar-gambar kanker mulut mereka adalah salah satu negara pertama yang mengenakan pajak rokok,” sambungnya.
5. Pelayanan kesehatan yang dapat diakses
Warga Singapura menikmati layanan kesehatan universal yang berarti penduduknya memiliki akses terhadap layanan medis berkualitas, termasuk layanan kesehatan seperti pencegahan, pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan paliatif. Pemerintah telah berupaya menciptakan kebijakan yang mensubsidi biaya layanan kesehatan.
“Di Amerika, layanan kesehatan sangat mahal dan tidak efisien dalam menghasilkan kesehatan karena prioritas yang mengatur kebijakan adalah ekonomi,” kata Buettner.
“Agenda Lee Kuan Yew dan rekan-rekannya berbeda. Mereka sebenarnya berusaha memastikan masyarakat tetap sehat, bukan mencari uang dari masyarakat,” tambahnya, mengacu pada bapak pendiri Singapura yang merupakan perdana menteri pertama negara tersebut.
6. Penegakan hukum
Singapura terkenal dengan hukumnya yang ketat. Larangan mengunyah permen karet atau makan di transportasi umum adalah contoh yang populer.
Namun, negara ini juga dikenal sangat ketat terhadap senjata dan narkoba. Pelanggaran terhadap keduanya dapat mengakibatkan hukuman penjara, hukuman cambuk, atau hukuman mati.
“Fakta bahwa senjata api ilegal di Singapura, jika menyangkut angka harapan hidup, ini adalah kebijakan yang sangat cerdas. Di AS, kita kehilangan sekitar 55 ribu orang akibat kematian akibat senjata api setiap tahunnya, sementara Singapura kehilangan sekitar tiga orang,” kata Buettner.
“Undang-undang yang kejam mengenai narkoba, kita harus memperhatikan hal itu. Amerika Serikat kehilangan lebih dari 100 ribu orang akibat kematian akibat narkoba tahun lalu dan Singapura kehilangan sekitar 20 orang,” tambahnya.