in ,

SFA: Biskuit Aman Dikonsumsi Dalam Jumlah Sedang, Tidak Ada Bukti Konklusif Bahwa Senyawa Sebabkan Kanker

“Senyawa ini terbentuk secara alami ketika produk makanan diproses pada suhu tinggi dan kelembaban rendah,” kata SFA.

CakapCakapCakap People! Biskuit dan makanan yang digoreng, baked, atau dipanggang aman dikonsumsi jika dikonsumsi dalam jumlah sedang, kata Badan Pangan Singapura (SFA) dalam pernyataannya, Jumat, 29 Oktober 2021.

Pernyataan itu sebagai tanggapan atas laporan yang dirilis awal bulan ini oleh Dewan Konsumen Hong Kong, yang menemukan zat penyebab kanker dalam 60 sampel biskuit yang diuji.

Laporan tersebut menemukan jejak akrilamida dan ester asam lemak glisidil (GE) dan ester 3-MCPD, senyawa yang terbentuk secara alami saat makanan diproses pada suhu tinggi dan lingkungan dengan kelembapan rendah, kata SFA, seperti dikutip The Straits Times.

Ilustrasi. [Foto via Pixabay]

Sementara laporan Hong Kong menggambarkan senyawa tersebut sebagai karsinogen, SFA mengatakan bahwa Badan Internasional untuk Penelitian Kanker tidak menemukan bukti konklusif bahwa senyawa itu dapat menyebabkan kanker pada manusia.

“Senyawa ini terbentuk secara alami ketika produk makanan diproses pada suhu tinggi dan kelembaban rendah,” kata SFA.

“Pembuatan biskuit dan kerupuk melibatkan pengolahan makanan pada suhu tinggi dan penggunaan bahan-bahan yang mengandung lemak dan minyak olahan. Oleh karena itu diperkirakan ester akrilamida, GE dan 3-MCPD terdeteksi dalam sampel biskuit dan kerupuk yang diuji.”

Sampel yang diuji termasuk biskuit dari merek umum seperti Oreo, Ritz, Jacob’s, Julie’s dan Hup Seng.

Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah mengatakan pada Rabu, 27 Oktober 2021, bahwa risiko kesehatan dari zat penyebab kanker di beberapa bahan yang digunakan dalam biskuit adalah rendah.

Dia menambahkan bahwa meskipun akrilamida adalah kontaminan yang dihasilkan selama pemrosesan makanan atau pembuatan produk, produksinya dapat dikontrol dengan memilih bahan baku dan proses yang sesuai.

SFA menambahkan, saat ini belum ada standar internasional yang mengatur batas maksimum senyawa tersebut dalam makanan.

Codex Alimentarius Commission, sebuah badan keamanan pangan internasional, menyarankan produsen makanan untuk meminimalkan jumlah senyawa ini sebanyak mungkin tanpa mempengaruhi rantai pasokan makanan.

Pendekatan serupa telah diadopsi oleh Singapura serta Selandia Baru, Australia dan Amerika Serikat.

SFA mengatakan bahwa mereka akan terus mengikuti perkembangan terbaru seputar senyawa ini dan memantau kadar senyawa ini di seluruh pasokan makanan untuk memastikan keamanan konsumen Singapura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Para Aktivis Serukan Pemimpin G20 Akhiri Ketidaksetaraan Vaksin COVID-19 Global

Infeksi COVID-19 di Beijing pada Level Tertinggi Dalam Delapan Bulan