CakapCakap – Cakap People! Para dokter berjuang untuk mengidentifikasi pasien virus corona (COVID-19) mana yang akan mengembangkan kasus parah yang memerlukan rawat inap dan menempatkan mereka pada risiko kematian.
Melansir Business Insider, Minggu, 17 Mei 2020, penelitian yang baru diterbitkan ini dapat menawarkan cara untuk secara akurat memprediksi risiko pasien meninggal akibat COVID-19.
Para penulis studi yang telah diterbitkan dalam jurnal Nature Machine Intelligence pada hari Kamis, 14 Mei 2020, ini, menciptakan sebuah model yang melihat tiga penanda biologis — yang dapat diukur dalam setetes darah — yang dapat menunjukkan atau mendeteksi apakah kasus pasien tersebut bisa menjadi parah. Hal itu bisa diprediksi lebih dari 10 hari sebelumnya, dengan tingkat akurasi setidaknya 90 persen.
Secara bersama-sama, ketiga petunjuk atau penanda ini dapat “memainkan peran penting dalam membedakan sebagian besar kasus yang memerlukan perhatian medis segera,” tulis para penulis. Ditambahkan bahwa model mereka “memberikan uji klinis sederhana dan intuitif untuk secara tepat dan cepat mengukur risiko kematian.”
Tiga indikator yang menunjukkan risiko kematian yang lebih tinggi
Di Wuhan, China, penelitian menunjukkan bahwa 14% -19% pasien yang terinfeksi virus corona (COVID-19) menjadi sakit parah. Di antara kasus-kasus sakit kritis itu, angka kematian lebih tinggi dari 60%.
Untuk mengidentifikasi kesamaan antara kasus-kasus parah ini, para peneliti menganalisis sampel darah yang diambil berulang kali dari 485 pasien yang terinfeksi virus corona di Rumah Sakit Tongji di Wuhan, China, antara 10 Januari hingga 18 Februari.
Mereka menguji berbagai masalah ginjal, jantung, dan pembekuan darah, mencatat apakah pasien-pasien itu selamat atau mati, kemudian menggunakan machine-learning algoritma untuk mencari pola biologis.
Hasil menemukan bahwa indikator berikut ini dapat memprediksi apakah pasien memiliki risiko kematian yang lebih tinggi daripada pasien lainnya yang terinfeksi:
1. Kadar enzim lactic dehydrogenase (LDH) yang tinggi. Ini terkait dengan kerusakan paru-paru dan jenis kerusakan jaringan yang terjadi selama pneumonia.
2. Limfopenia, istilah untuk tingkat rendah limfosit — sel darah putih yang mempertahankan tubuh terhadap patogen yang menyerang.
3. Peningkatan high-sensitivity C-reactive proteins, atau disingkat hs-CRP. Ini menandakan peradangan di paru-paru.
Menggunakan indikator-indikator itu, model komputer dapat memprediksi apa yang terjadi pada pasien rumah sakit 10 hari sebelum hasil klinis mereka.
“Tiga fitur utama, LDH, limfosit dan hs-CRP, dapat dengan mudah dikumpulkan di rumah sakit manapun,” tulis para peneliti dalam penelitian ini.
“Di rumah sakit yang penuh sesak, dan dengan kekurangan sumber daya medis, model sederhana ini dapat membantu untuk memprioritaskan pasien dengan cepat, terutama selama pandemi ketika sumber daya kesehatan yang terbatas harus dialokasikan.”