in ,

Pemerintah Targetkan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,3-5,9 Persen di Tahun 2023

“Ini yang menjadi tantangan untuk dikembalikan pada pertumbuhan sektor industri pengolahan di atas pertumbuhan ekonomi, yaitu 5,3-5,8 persen,” ucap Airlangga.

CakapCakapCakap People! Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2023 berkisar antara 5,3-5,9 persen. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon) Airlangga Hartarto usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 16 Februari 2022.

“Dari sisi pertumbuhan ekonomi tadi disepakati, dilaporkan ke Bapak Presiden, kisarannya di 5,3-5,9 persen,” ucap Menko Ekon dalam keterangan persnya, seperti dikutip pada laman resmi Sekretariat Kabinet.

Airlangga melanjutkan, di sisi pengeluaran, target pertumbuhan ekonomi tersebut terutama berasal dari konsumsi (kisaran lima persen) dan investasi (kisaran enam persen) atau selevel dengan angka sebelum pandemi COVID-19, serta ekspor (kisaran 6-7 persen) seiring hilirisasi industri dan peningkatan global demand.

Menko Ekon Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, dan Kepala Bappenas Suharso Monoarfa usai Sidang Kabinet Paripurna di Jakarta, Rabu (16/02/2022). (Foto: Humas Setkab/Jay)

“Dari belanja pemerintah diprioritaskan kepada peningkatan kualitas SDM (sumber daya manusia), yaitu transformasi kesehatan, kualitas pendidikan, reformasi perlindungan sosial; akselerasi dari infrastruktur; revitalisasi industri; reformasi birokrasi; dan ekonomi hijau tentunya dengan berbagai insentif yang mendukung agar ekonomi hijau bisa berjalan,” terangnya.

Sementara dari sisi suplai, pemerintah akan mengandalkan sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, sektor informasi dan komunikasi, sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta sektor pertanian.

“Ini yang menjadi tantangan untuk dikembalikan pada pertumbuhan sektor industri pengolahan di atas pertumbuhan ekonomi, yaitu 5,3-5,8 persen,” ucap Airlangga.

Lebih lanjut Menko Ekon mengatakan, penetapan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3-5,9 persen didasari sejumlah pertimbangan, mulai dari ketidakpastian terkait pandemi COVID-19, kasus inflasi global di sejumlah negara, maupun normalisasi kebijakan moneter (kenaikan tingkat suku bunga).

“Di tahun 2023 diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dibandingkan 2022, oleh karena itu dibutuhkan sumber-sumber pembiayaan baru untuk pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Airlangga menambahkan, di dalam Sidang Kabinet juga disepakati defisit fiskal di bawah 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB), sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020.

Reformasi Struktural dan Kebijakan

Dalam keterangan persnya, Menko Perekonomian juga menyampaikan bahwa untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 diperlukan berbagai reformasi struktural dan kebijakan, terutama untuk mendorong sektor investasi ataupun mesin pertumbuhan di luar APBN.

Airlangga memaparkan, terdapat enam agenda reformasi struktural dan kebijakan yang direncanakan. Pertama, peningkatan kredit perbankan.

“Peningkatan kredit perbankan itu penting dan tentu salah satunya adalah dari segi regulasi POJK terkait dengan relaksasi kredit yang diharapkan tidak perlu ada pembatasan waktu. Kemudian juga perlu ada penurunan pencadangan di sisi perbankan, karena kita lihat potensi daripada kredit di sektor perbankan masih tinggi. Realisasi saat ini yang sedikit di atas 5 persen dibandingkan dengan dana pihak ketiga yang 12 persen, ini masih punya ruang yang cukup tinggi,” terangnya.

Kedua, peningkatan investasi, baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN).

“Peningkatan investasi PMA dan PMDN di tahun 2023 didorong di level Rp1.800 triliun-Rp1.900 triliun, tentu peningkatan daya saing dan juga OSS menjadi penting,” ujarnya.

Ketiga, pengendalian inflasi di dalam negeri. Airlangga menyampaikan hal ini menjadi tantangan ke depan dan harus terus diperhatikan agar inflasi bisa terus terjaga.

Keempat, peningkatan peran Bank Indonesia (BI) sebagai stabilisator harga di secondary market.

Ilustrasi. [Foto via Pixabay]

“Di tahun 2023, skema peran BI diharapkan dikembalikan untuk bisa menangani secondary market terutama untuk surat berharga negara (SBN), di mana perbankan yang akan memberikan kredit tentu harus switch asset artinya harus melepas daripada SBN,” terangnya.
Kelima, peningkatan tax ratio dengan peningkatan tax base yang didukung dengan percepatan administrasi tax reform.

Terakhir, pencadangan anggaran.

“Tentu seperti yang kita alami saat sekarang, kita perlu juga cadangan anggaran untuk, apabila terjadi varian-varian baru COVID-19 kita tetap punya kesiapan bantalan anggaran,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

e-HAC

Satgas COVID-19 Rilis Protokol Kesehatan Sistem Bubble Pertemuan G20 di Indonesia

Lebih dari 50 Persen Warga Malaysia yang Disurvei Bilang Pemerintah Menangani COVID-19 dengan Buruk