CakapCakap – Cakap People! Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Indonesia sedang mempertimbangkan rencana kemungkinan untuk merilis data pribadi pasien di lingkungan tempat tinggal pasien tersebut.
Langkah itu sebagai upaya untuk mendorong kepatuhan terhadap protokol kesehatan di daerah yang terkena dampak, salah satu cara untuk mencegah penularan COVID-19.
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan data seperti itu hanya akan tersedia untuk orang-orang yang tinggal di lingkungan pasien.
“Satu hal yang menjadi PR kita semua terkait masalah data pasien, ini UU tidak mengizinkan data pasien dipublikasikan, tetapi apabila data tentang siapa yang tertular COVID-19 bisa diketahui lingkungan sekitarnya, ini akan sangat membantu sehingga masyarakat di sekitar itu bisa menghindar,” kata Doni dalam rapat kerja dengan Komisi VIII di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada hari Senin, 13 Juli 2020, mengutip laporan Kompas.com.
Dia menambahkan bahwa rencana terkait membuka data pasien COVID-19 itu hanya untuk keselamatan publik. Dia juga meminta orang-orang untuk berhenti menstigma pasien COVID-19 dan mengecam perlakuan tidak adil terhadap orang-orang yang sakit, karena menurutnya siapa saja bisa terkena virus ini.
Namun, tak menutup kemungkinan Gugus Tugas mencari solusi lain untuk membantu petugas lapangan dalam melindungi masyarakat dari penularan COVID-19.
“Dengan ketentuan perlindungan privasi bagi mereka yang terkena wabah atau penyakit perlu dicari solusi sehingga akan sangat membantu petugas lapangan agar tidak membuat masyarakat yang lain mudah terpapar,” kata Doni.
Sementara Konstitusi mewajibkan negara untuk melindungi privasi dan data pribadi orang, namun negara tidak pernah mengeluarkan undang-undang khusus tentang perlindungan data pribadi untuk menyebutkan hak-hak pemilik data dan menetapkan jenis data apa saja yang secara hukum dianggap pribadi.
Publikasi data pribadi dua pasien COVID-19 pertama di Indonesia sebelumnya mengakibatkan pelanggaran privasi dan penyerangan.
Ketakutan akan stigma dan pengasingan membuat banyak orang di negara ini tidak mau dites COVID-19.