CakapCakap – Cakap People! Pengembangan proyek penyimpanan penangkapan karbon (carbon capture storage/CCS) di Indonesia oleh raksasa energi Amerika Exxon Mobil Corp bisa menelan biaya sekitar US$500 juta (Rp 7,1 triliun). Demikian disampaikan seorang pejabat senior di perusahaan minyak negara Indonesia Pertamina pada hari Senin, 8 November 2021.
Pertamina dan Exxonmobil telah menandatangani nota kesepahaman selama KTT COP26 pekan lalu untuk melihat cara menggunakan CCS di negara terbesar di Asia Tenggara ini.
“Perkiraan sementara kami untuk kebutuhan investasi sekitar US$500 juta, tidak termasuk biaya operasi yang akan dikeluarkan selama operasi CCS,” kata Daniel Purba, Senior Vice President Corporate Strategic Growth PT Pertamina (Persero) kepada CNBC Indonesia, seperti dikutip Reuters.
Fasilitas tekologi CCS kemungkinan akan diimplementasikan di dua lapangan migas Indonesia, yaitu lapangan Gundih di Cepu dan lapangan Sukowati di Bojonegoro, di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kata Purba.
Seorang juru bicara Exxonmobil tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Pertamina dan Exxonmobil perlu membangun pipa gas sepanjang 4 km (2,49 mil) dari Gundih ke reservoir tempat mereka akan menyuntikkan karbon, dan pipa gas sepanjang 30 km dari Sukowati, tambah Purba.
Cara kerja CCS adalah dengan menjebak atau menangkap emisi dan menguburnya di bawah tanah tetapi belum pada tahap komersialisasi.
Pendukung CCS melihat teknologi itu penting untuk membantu memenuhi emisi nol bersih dan kunci untuk membuka produksi hidrogen ekonomi skala besar. Namun, para kritikus mengatakan CCS akan memperpanjang umur bahan bakar fosil yang kotor.
Indonesia, penghasil emisi karbon terbesar kedelapan di dunia, telah memajukan targetnya untuk mencapai nol emisi bersih hingga tahun 2060 atau lebih cepat.