CakapCakap – Cakap People! Para tenaga medis di Amerika Serikat tengah menghadapi masalah baru terkait dengan COVID-19 yang disebabkan oleh infeksi virus corona. Dalam perkembangan terakhir, sejumlah pasien terpantau mengalami blood clot alias penggumpalan atau pembekuan darah.
Menurut laporan The Washington Post pada hari Jumat, 24 April 2020, sektiar 40 persen pasien dari 10 rumah sakit di Atalanta mengalami masalah tersebut. Para perawat melaporkan bahwa pasien mereka mengalami penurunan level oksigen dalam tubuh hingga terlihat akan pingsan atau meninggal.
Tanpa pola yang jelas dalam hal usia atau kondisi kronis, beberapa ilmuwan berhipotesis bahwa setidaknya beberapa kelainan ini dapat dijelaskan oleh perubahan dalam darah pasien. Hal tersebut tak pelak membuat para dokter khawatir.
Beberapa dari mereka sampai berencana memberikan pengencer darah kepada semua pasein COVID-19, termasuk bagi mereka yang cukup sehat untuk bertahan dari penyakit itu di rumah.
Mereka menilai bahwa kemunculan kasus tersebut sangat aneh dan tidak ada dalam salah satu buku teks yang telah mereka baca.
Satu bulan yang lalu, ketika kebijakan lockdown diberlakukan, mereka yakin karena tahu apa yang mereka hadapi. Berdasarkan laporan awal, COVID-19 merupakan virus pernapasan standar.
Mereka optimistis bisa memerangi virus tersebut, meskipun penyakit yang ditimbulkannya menular dan mematikan di tengah ketiadaan vaksin dan pengobatan.
Namun, kini, mereka melihat bagaimana COVID-19 menyerang tidak hanya paru, tetapi juga ginjal, jantung, usus, hati dan otak.
Gumpalan darah atau blood clot, tampaknya kebalikan dari apa yang terjadi pada Ebola, demam berdarah dengue (DBD), Lassa dan demam berdarah lainnya yang menyebabkan perdarahan tidak terkontrol. Tetapi mereka sebenarnya adalah bagian dari fenomena yang sama dan memiliki konsekuensi fatal serupa.
Autopsi menunjukkan paru-paru beberapa pasien dipenuhi dengan ratusan gumpalan ukuran mikro. Ukuran yang lebih besar lagi akan pecah dan menyebar ke otak atau jantung dapat menyebabkan pasien terserang strok atau serangan jantung.
Pada Sabtu waktu setempat, kaki kanan aktor Broadway Nick Cordero (41) terpaksa diamputasi setelah terserang virus corona. Dia menderita pembekuan darah yang menghalangi darah untuk sampai ke jari-jari kakinya.
Dokter Universitas Pennsylvania dan kepala Perhimpunan Kedokteran Perawatan Kritis, Lewis Kaplan, mengatakan bahwa setiap tahun dokter mengobati orang dengan komplikasi penggumpalan darah.
Hal itu dialami oleh mereka yang menderita kanker hingga korban trauma parah. Namun, tidak ada dari mereka yang mengalami gumpalan darah seperti saat ini.
“Masalah yang kami hadapi adalah walaupun kami mengerti bahwa ada penggumpalan, namun kami belum mengerti mengapa ada hal tersebut. Kami tidak mengerti dan karena itu kami takut,” kata Kaplan.
Kepala tim dokter di 10 rumah sakit Atalanta, Craig Coopersmith, menjelaskan, tanda awal pembekuan darah terjadi pada kaki yang terlihat membiru dan membengkak.
Bahkan, dia mengatakan, pasien di ICU yang mendapatkan obat pengencer darah pun mengalami pembekuan darah.
Menurut Coopersmith, sebetulnya biasa saja kalau ada satu atau dua pasien dalam ICU yang mengalami blood clot. Tetapi, kasusnya menjadi tak biasa andaikan itu terjadi dalam jumlah banyak.
Bukti berikutnya terlihat dari tersumbatnya mesin dialisis. Mesin ini membantu menyaring kotoran dalam darah bagi orang yang ginjal gagal.
Dokter mendapati mesin itu sampai macet beberapa kali sehari akibat penggumpalan darah.
“Ada pemahaman universal bahwa kasus kali ini berbeda,” kata Coopersmith.
Bukti selanjutnya datang dari hasil autopsi. Dokter forensik mengira akan menemukan bukti pneumonia dan kerusakan kantong udara kecil yang menukar oksigen dan karbon dioksida dari paru ke aliran darah.
Sebaliknya, mereka justru menemukan sumbatan-sumbatan kecil bekuan darah menyebar di paru pasien meninggal.
Dokter spesialis penyakit menular di Tufts Medical Center, Helen W Boucher, mengatakan, tidak ada alasan untuk berpikir ada sesuatu yang berbeda tentang virus corona di AS.
Menurutnya, masalah yang ada disebabkan demografi pasien, termasuk mereka yang telah menderita penyakit jantung dan obesitas, yang membuat mereka lebih rentan terhadap kerusakan gumpalan darah.
Dia juga mencatat perbedaan kecil dalam pemantauan dan perawatan pasien di ICU di AS yang akan membuat pembekuan lebih mudah untuk dideteksi.
“Sebagian dari ini adalah berdasarkan fakta bahwa kami memiliki fasilitas perawatan intensif yang luar biasa,” katanya.
The Washington Post | Republika
2 Comments
Leave a Reply2 Pings & Trackbacks
Pingback:Update COVID-19 di RI [27 April]: Total Kasus Positif Corona Capai Lebih dari 9.000 Orang - CakapCakap
Pingback:Disetujui Sebagai Obat COVID-19, Berapa Harga Remdesivir? - CakapCakap