CakapCakap – Cakap People! Senin, 12 Oktober 2020, adalah tepat delapan belas tahun yang lalu, peristiwa dua pemboman terjadi di dua klub malam populer yang menghancurkan industri pariwisata di Bali. Begitu parahnya kejadian tersebut saat itu sehingga membuat pemerintah Indonesia kemudian memindahkan hampir semua pertemuan internasional ke Bali untuk kembali memulihkan kepercayaan internasional.
Tetapi hampir tidak ada peringatan untuk mengingat kembali serangan bom yang menewaskan lebih dari 200 orang itu pada hari Senin,12 Oktober 2020, karena Bali sedang menghadapi dampak ekonomi dari pandemi virus corona yang membuat hunian hotel turun menjadi hampir nol dan banyak orang menganggur.
“Situasinya hari ini jauh lebih buruk daripada 18 tahun yang lalu,” I Nyoman Depu, yang menjalankan bisnis scuba diving di Denpasar, mengatakan kepada Jakarta Globe.
I Nyoman Depu bahkan sudah tidak ingat peristiwa bom Bali pada 18 tahun yang lalu itu. Ia baru teringat kembali saat dia ditanyai tentang kejadian tersebut.
“Pasca serangan, wisatawan masih datang ke sini, baik pengunjung domestik maupun internasional, meskipun jumlahnya jauh lebih rendah,” kenang pria 47 tahun itu.
“Tapi dampak pandemi jauh lebih buruk. Hanya sedikit orang yang datang ke tempat saya sejak Juni. Terkadang berminggu-minggu berlalu tanpa seorang pun tamu, jadi saya bergantung pada sumbangan dari teman-teman saya untuk menghidupi keluarga. “
Sejak banyak negara memberlakukan pembatasan perjalanan pada bulan April diikuti oleh keputusan Indonesia untuk menutup perbatasan bagi pelancong yang tidak penting, kurang dari 500 turis asing telah mendarat di bandara internasional Bali, menurut data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Sebagai perbandingan, kedatangan internasional di Bali turun dari 1,3 juta pada tahun 2002 menjadi sekitar 100.000 pada tahun 2003 karena dampak ekonomi dari pemboman.
Bali, yang ekonominya sangat bergantung pada sektor pariwisata, paling terpukul oleh dampak ekonomi pandemi dengan kontraksi 10,98 persen pada kuartal kedua.
Dukungan pemerintah pusat
Pemerintah pusat kembali memberikan dukungan bantuan selama penutupan akibat virus corona masih dilakukan.
“Kami akan terus memberikan dukungan untuk Bali, kami telah menjalankan banyak program yang ditujukan untuk Bali,” kata Wakil Menteri Pariwisata Rizki Handayani pada pertemuan di Denpasar, Bali.
“Pada bulan April misalnya, kami membagikan 40.000 paket sembako untuk pekerja pariwisata di Bali, jumlah penerima terbesar di sektor ini,” ujarnya.
Awal tahun ini, pemerintah meluncurkan program “We Love Bali” yang bertujuan untuk meningkatkan kedatangan wisatawan domestik di pulau tersebut.
“Kami mengalokasikan 80 persen dari anggaran [promosi] ke Bali. Biasanya kami siapkan oleh-oleh atau kaos di Jakarta tapi sekarang kami beli semuanya langsung dari Bali, ”kata Rizki.
Mengakui bahwa bisnis pariwisata tidak mungkin kembali seperti tahun lalu, Rizki mengatakan pemerintah berfokus pada mendorong wisatawan nasional atau domestik untuk mengunjungi Bali dan membuat persiapan terbaik sampai bisnis perjalanan global dibuka kembali sepenuhnya.
“Kami fokus pada pasar kami sendiri dan kami telah berbicara dengan teman-teman kami di Jakarta dan Bandung tentang bagaimana membawa mereka ke Bali,” katanya.
Bertahan hidup dan bersiap menghadapi era pasca COVID-19 juga menjadi nada sambutan I Putu Astawa, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
“Pandemi COVID memungkinkan kami untuk membentuk kembali dan memikirkan kembali industri pariwisata kami di masa depan, bagaimana meningkatkan daya saing kami dan menjadikan Bali tujuan yang lebih dihormati,” kata Astawa.
“Ini harus kita lakukan karena Bali tidak punya sumber daya lain. Kami tidak punya batu bara, kami tidak punya gas, ”katanya. Dia juga tidak menyebutkan apapun tentang serangan bom Bali 12 Oktober 2002 itu.