CakapCakap – Cakap People! Kamu pasti sudah pernah mendengar atau bahkan sudah mengenal KRI Dewaruci, kapal perang yang dimiliki Indonesia.
KRI Dewaruci, namanya melegenda tak hanya di kalangan pelaut, tetapi juga bagi masyarakat awam. Kemasyhurannya mengelilingi dunia, menarik minat untuk lebih mengenalnya.
KRI Dewaruci kali ini turut memeriahkan Manado Fiesta 2019. Kapal perang ini, berlabuh di Teluk Manado hingga Minggu, 28 Juli 2019 sebelum bertolak menuju Bitung. Satu dekade lalu atau tepatnya tahun 2009 lalu, KRI Dewaruci pernah merapat di Teluk Manado saat ajang Sail Bunaken.
Lukas Hendra TM dari laman BISNIS melalui tulisannya berjudul “Dukung Pariwisata, Setelah Satu Dekade KRI Dewaruci Kembali Berlabuh di Teluk Manado,” menceritakan meski sudah lewat tengah hari, saat itu ia dan rombongan menggunakan perahu karet milik TNI Angkatan Laut menuju KRI Dewaruci. Maklum, tipografi dasar laut Teluk Manado tak memungkinkan untuk kapal perang itu bersandar di pinggiran.
Tak sampai 10 menit dengan kapal karet dengan mesin tempel 2x85PK itu merapat di sisi kanan lambung kapal. Setibanya memasuki kapal, aura kapal legenda ini menyambut. Usai menaiki anak tangga menuju gladak, Lukas mengaku dibuat terkagum-kagum.
Desain KRI Dewaruci Mengagumkan
Geladak kapal perang ini dari kayu. Tiang-tiang layarnya dihiasi ukiran-ukiran khas Indonesia. Jumlahnya ada tiga. Tiang di dekat haluan (tiang Bima), dihiasi ukuran khas Toraja. Di tengahnya (tiang Arjuna) dihiasi ukiran khas Jawa. Sementara di dekat buritan (tiang Yudhistira) berhiaskan ukiran khas Papua.
Tak hanya di tiang layar. Di sisi luar ruang kontrol pun dihiasi ukiran-ukiran khas Jepara. Uniknya, kemudi masih manual dengan roda besar baik di depan maupun kemudi cadangan yang berada di buritan kapal.
Komandan KRI Dewaruci Mayor Laut Hastaria Dwi Prakoso mengungkapkan saking manualnya, kemudi tersebut tidak disambung dengan sistem hidrolik layaknya di kapal-kapal era sekarang. Melainkan masih menggunakan kawat baja yang dipilin.
Perlu 6 hari perjalanan dari Surabaya menuju Manado. Rute ini bukan jalur mudah memang, bahkan untuk kapal canggih sekalipun. Pasalnya, ada perairan Masalembo yang harus dilewati.
“Sesuai dengan perkiraan BMKG memang. Warnanya oranye. Sehingga kemarin sempat memutar ke sisi utara perairan Masalembo. Lebih dekat ke Kalimantan,” katanya saat ditemui di ruangnya di KRI Dewaruci, Jumat, 27 Juli 2019.
Namun, KRI Dewaruci mampu melewatinya dan akhirnya merapat di Teluk Manado. Maklum saja, kapal perang ini sudah terbiasa melewati Samudra Pasifik ataupun Samudra Atlantik.
Letda Laut Eriek Sugianto mengungkapkan kapal ini didesain seperti bebek. Bisa miring hingga 45 derajat dan kembali tegak seperti semula. Bahkan, lanjutnya, kapal perang ini juga pernah menghadapi angin tifun saat perjalanan dari Tokyo menuju Naha. Namun, kapal terpaksa bersembunyi sebelum tiba di Naha karena taifun yang begitu kencang.
“Saat perjalanan kami lihat ada teluk dan akhirnya berlindung di situ. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan, tetapi ternyata masih ada ekor tifun,” katanya menerangkan.
Dukung Pariwisata
Mayor Laut Hastaria Dwi Prakoso menambahkan KRI Dewaruci memang menjadi kapal perang untuk latihan para taruna. Namun, kapal ini juga berpartisipasi di berbagai event pariwisata.
“Ini kedua kami di Teluk Manado. Pada 2009, saat Sail Bunaken kami juga kesini [Teluk Manado],” ujarnya.
Tak hanya Manado. Saat Sail Tomini 2015, KRI Dewaruci juga turut ambil bagian. Keunikan dari sisi desain dan namanya yang melegenda memang memikat masyarakat sehingga tak ayal akan menarik perhatian di ajang-ajang pariwisata.
KRI Dewaruci dibuat pada 1952 di galangan H.C. Stulchen & Sohn di Hamburg, Jerman. Pada 24 Januari 1953, kapal tersebut dibawa berlayar oleh Angkatan Laut Republik Indonesia di bawah pimpinan Kapten Kapal A.F.H Roosenow.
Pada 1 Oktober 1953, KRI Dewaruci masuk dalam jajaran Armada RI dan diresmikan sebagai kapal latih bagi Taruna Akademi Angkatan Laut yang berbasis di Surabaya.
Kapal ini memiliki 16 layar dengan luas layar 1.091 meter persegi yang mampu membawa kapal ke kecepatan maksimum 9 knot. Namun, kapal juga dibekali mesin MWM TBD 440-6K yang memiliki kecepatan maksimum 10,5 knot.
Nostalgia Laut Karibia
Laksamana Pertama TNI AL Iwan Isnurwanto menceritakan nostalgianya bersama KRI Dewaruci. Dia memang biasa membawa kapal selam, tetapi sempat bergabung dengan tim KRI Dewaruci sebagai Perwira Pelaksana (Palaksa).
“Kalau bercerita KRI Dewaruci, saya merinding,” katanya.
Ada yang bilang, lanjutnya, magic box (kotak magis). Bukan tanpa sebab, karena kapal itu bisa menampung ratusan orang. Bahkan, acap kali banyak yang heran saat ratusan orang keluar dari kapal ukuran sekecil itu.
Dia mencontohkan di perayaan ulang tahun Amerika Serikat misalnya. Kedatangan KRI Dewaruci bisa dibilang ikonik. Selain karena datang dari jauh, lanjutnya, juga terkenal karena orangnya ramah.
Hanya saja, pengalaman tak terlupakannya adalah saat berada di Laut Karibia.
*Foto-foto oleh : Lukas Hendra TM
One Comment
Leave a ReplyOne Ping
Pingback:Inilah 7 Makanan Nusantara yang Awet dan Bisa Jadi Persediaan dalam Jangka Waktu Lama - CakapCakap