CakapCakap – Cakap People! Di zaman sekarang, di mana hampir semua orang bisa terhubung melalui internet, ada juga sebagian yang memilih untuk menyendiri, terutama dari kalangan Generasi Z. Di Jepang, ada istilah unik untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu hikikomori, yang menggambarkan orang-orang yang memilih mengisolasi diri selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Meski koneksi digital lagi naik daun, ternyata fenomena hikikomori ini mulai muncul di kalangan Gen Z di berbagai negara, dan ini membuat banyak orang khawatir soal kesehatan mental serta dampaknya terhadap kehidupan sosial mereka.
Berikut adalah informasi lebih lanjut tentang hikikomori yang telah dilansir dari Woke Waves.
Pengertian Hikikomori
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hikikomori merujuk pada seseorang yang menarik diri dari kehidupan sosial dan memilih menghabiskan waktu di rumah, biasanya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Banyak orang yang menganggap mereka sebagai introvert ekstrim, padahal hikikomori bisa melibatkan masalah psikologis yang jauh lebih dalam, seperti kecemasan, depresi, atau gangguan sosial.
Fenomena ini pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1990-an. Namun belakangan, fenomena ini mulai terdeteksi di negara-negara lain, termasuk di Indonesia. Hikikomori sering kali dihubungkan dengan tekanan sosial yang tinggi, masalah keluarga, atau bahkan kegagalan akademik yang membuat seseorang merasa terisolasi.
Meningkatnya Hikikomori di Generasi Z
Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, sering dianggap sebagai generasi yang paling terhubung karena internet dan media sosial yang sudah jadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Bagi Gen Z, hal ini justru membuat mereka semakin terbebani dengan banyaknya informasi yang terus mengalir, tekanan untuk tampil sempurna di dunia maya, dan keinginan untuk selalu update dengan apa yang terjadi.
Akhirnya, semua ini membuat mereka merasa kelelahan mental, cemas dalam berinteraksi sosial, dan lebih memilih keamanan dari interaksi virtual ketimbang harus menghadapi kerumitan hubungan di dunia nyata. Masalah kesehatan mental jadi salah satu faktor besar yang membuat fenomena hikikomori semakin meningkat di kalangan Gen Z.
Kecemasan dan depresi sudah jadi masalah yang cukup umum di generasi ini, apalagi ditambah dengan tekanan hidup modern yang tidak ada habisnya dan stigma negatif soal kesehatan mental. Semua hal ini membuat banyak dari mereka merasa terjebak, kesulitan untuk mencari dukungan, dan akhirnya memilih untuk menghindar dari dunia luar.
Dampak Negatif Hikikomori
Meskipun bagi sebagian orang mungkin hikikomori terlihat seperti pilihan hidup yang tidak berbahaya, hikikomori punya dampak negatif yang cukup besar, baik bagi individu itu sendiri maupun masyarakat sekitar. Berikut beberapa dampaknya:
Kesehatan Mental yang Memburuk: Semakin lama seseorang mengisolasi diri, semakin besar kemungkinan ia mengalami gangguan mental yang lebih parah.
Kehilangan Kemampuan Sosial: Salah satu efek buruk dari isolasi adalah hilangnya kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain.
Keterasingan dalam Masyarakat: Orang yang terisolasi secara sosial cenderung merasa tidak ada koneksi dengan dunia luar, bahkan mungkin merasa seperti “orang asing” di dalam masyarakat mereka sendiri.
Cara Mengatasi Hikikomori
Lalu, bagaimana kita bisa membantu orang-orang yang mengalami hikikomori? Atau mungkin, kamu sendiri merasa terjebak dalam kondisi ini? Salah satu cara pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mencoba berbicara kepada mereka yang mulai menarik diri. Tunjukkan bahwa kamu peduli dan siap mendengarkan tanpa menghakimi.
Cakap People! Jika masalah ini berakar pada gangguan kesehatan mental, penting untuk mencari dukungan profesional seperti terapi atau konseling. Ini bisa membantu mereka memahami dan mengatasi perasaan dengan cara yang lebih sehat.
Selain itu, kita juga bisa berperan dalam menciptakan komunitas yang lebih inklusif dan mendukung. Dengan menyediakan ruang yang ramah seperti kelompok diskusi atau komunitas hobi, kita bisa membantu orang-orang yang terisolasi merasa lebih terhubung dan mengurangi rasa kesepian mereka.
Hikikomori bukan hanya masalah pribadi, tapi juga masalah sosial yang perlu mendapat perhatian lebih. Kita semua punya peran dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung kesehatan mental.