CakapCakap – Cakap People! Para tamu undangan tasyakuran pernikahan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep dan Erina Gudono dilarang memakai batik motif parang lereng, pada Minggu, 11 Desember 2022 mendatang.
Larangan itu bukan dari keluarga. Melainkan, pihak Pura Mangkunegaran, tempat resepsi pernikahan Kaesang Pangarep dengan Erina Gudono. Itu sebabnya, motif batik ini tidak boleh dipakai saat tasyakuran pernikahan mereka.
Apa itu motif batik parang lereng?
Mengutip publikasi Pengenalan Motif Batik Parang dengan Menggunakan Compactness, Eccentricity, dan Convexity, parang lereng adalah salah satu motif batik Jawa tertua. Motif batik ini merupakan yang paling dikenal di Yogyakarta dan Solo. Motif batik itu memiliki suatu ciri yang menonjol dengan bentuk seperti garis diagonal. Ada yang berbentuk lonjong dan bulat.
Pola parang lereng merupakan batik geometris dengan kemiringan 45 derajat. Adapun pola dasar motif batik itu seperti huruf S terinspirasi dari ombak lautan yang dimaknai tidak kenal putus asa. Menurut filosofi Jawa, batik parang lereng bermakna supaya tak pernah menyerah, seperti ombak yang terus bergerak tanpa henti.
Asal-usul batik motif parang lereng
Zaman dahulu tak semua orang menggunakan motif batik parang. Sebab. hanya raja dan kerabat kerajaan saja yang boleh memakai itu.
Mengutip publikasi Pembangunan Sistem Desain Batik Parang dengan Kurva Bezier, batik parang mulanya motif larangan yang berkembang di lingkungan Keraton Mataram. Walaupun seiring zaman menjadi motif yang biasa dipakai orang kebanyakan. Bahkan dipadukan pula dengan motif lain untuk menambah keberagaman.
Mengutip publikasi Beberapa Makna Simbolis Batik, batik parang lereng bagi Keraton Surakarta sebagai ageman luhur, artinya hanya di pakai oleh Agemandhalem Sinuhun dan Putra Sentanadalem saja, bagi abdi menjadi larangan.
Parang ada yang berpendapat senjata tajam. Pengertian ini disebut wantah. Berdasarkan pertimbangan data, parang juga perubahan dari kata pereng atau pineggiran suatu tebing yang berbentuk lereng (diagonal). Mengambil gambaran pesisir pantai Jawa, seperti Paranggupito, Parangkusumo, dan Parangtritis.
Tempat itu erat kaitannya dengan keberadaan Ingkang Sinuhun Panembahan Senopati Kerajaan Mataram, setelah pindahnya pusat pemerintahan Jawa dari Demak ke Mataram. Tempat itu merupakan tempat bertapa raja Mataram pertama yang mengilhami batik lereng pertama. Laku teteki atau bertapanya Panempahan Senopati dari Parangkusumo melewati pesisir pantai selatan menuju Dlepih Paranggupito, menelusuri tebing Gunung Sewu.
Meski batik parang dahulunya hanya dipakai oleh lapisan masyarakat sebagai identitas untuk strata sosial tertentu. Kini setiap orang bisa memakai busana batik tanpa mempedulikan strata sosial.
Mengutip artikel Batik Gaya Mangkunegaran dalam situs web Puro Mangkunegaran. Di lingkungan Pura Mangkunegaran pada masa tertentu terdapat motif batik larangan. Suatu motif tertentu yang tidak boleh dipakai oleh orang kebanyakan. Di Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Puro Pakualaman Yogyakarta, batik parang adalah motif batik terlarang yang hanya boleh dipakai oleh Adipati dan keluarganya. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Dinasti Mataram.