in ,

Lebih dari 40 Persen Perusahaan Teknologi Jepang Pindah dari China Dengan Alasan Keamanan

Hanya 27 persen, atau 26 perusahaan, mengatakan mereka membatasi penelitian bersama dengan mitra yang dapat membocorkan teknologi.

CakapCakapCakap People! Lebih dari 40 persen perusahaan Jepang yang diakui oleh pemerintah memiliki teknologi sensitif terkait dengan keamanan memindahkan basis manufaktur dan sumber pasokan suku cadang mereka dari China dalam upaya untuk mendiversifikasi rantai pasokan mereka. Demikian terungkap dari hasil survei Kyodo News yang dirilis pada Selasa, 29 Desember 2020.

Melansir Kyodo News, langkah untuk mengurangi ketergantungan mereka pada Beijing dan mengurangi risiko keamanan tersebut muncul sebagai respon atas meningkatnya persaingan AS-China atas supremasi teknologi dan kekhawatiran tentang potensi konsentrasi produksi medis di China di tengah kekurangan pasokan medis yang didorong oleh pandemi virus corona baru.

ilustrasi. [Foto via Pixabay]

Survei itu menyebutkan bahwa sebanyak 40 persen, atau 42 perusahaan, dari 96 responden mengatakan mereka telah melakukan diversifikasi atau sedang mempertimbangkan untuk mendiversifikasi rantai pasokan mereka dengan pindah ke India dan negara-negara Asia Tenggara.

Kyodo baru-baru ini mensurvei sekitar 150 perusahaan besar, namun hanya 96 di antaranya yang memberikan jawaban sebagai responden, di antaranya adalah Canon Inc., Toyota Motor Corp., KDDI Corp., NEC Corp., Kobe Steel Ltd. dan Mitsubishi Heavy Industries Ltd.

Hanya tiga responden atau perusahaan yang mengatakan mereka telah atau akan mengurangi operasi atau menarik diri dari China, menandakan pentingnya ekonomi terbesar kedua di dunia bagi banyak perusahaan Jepang.

Meski pemerintah Jepang telah mendesak perusahaan-perusahaan untuk memindahkan basis produksi mereka kembali ke negaranya Jepang untuk menghindari risiko yang terkait dengan China, tetapi hanya delapan responden yang mengatakan mereka telah atau sedang berpikir untuk melakukannya.

Sekitar 60 persen mengatakan mereka telah melakukan pelatihan in-house atau mengidentifikasi “teknologi penting” mereka karena bisnis Jepang yang berurusan dengan Amerika Serikat dan China telah memberikan penekanan pada penerapan langkah-langkah terhadap kebocoran informasi.

Ilustrasi. [Foto via Pixabay]

Hanya 27 persen, atau 26 perusahaan, mengatakan mereka membatasi penelitian bersama dengan mitra yang dapat membocorkan teknologi.

Enam mengatakan mereka tidak mengambil tindakan seperti itu, dan satu mengatakan sedang melakukan penelitian bersama dengan entitas yang tunduk pada peraturan ekspor dari Jepang dan Amerika Serikat, menurut survei tersebut.

Sebanyak 59 persen, atau 57 responden, mengatakan mereka telah memperkenalkan sistem yang berfokus pada hak asasi manusia dalam menjalankan bisnis karena semakin banyak perusahaan yang menerapkan standar yang menentukan apakah produk mereka diproduksi dalam kondisi kerja paksa.

Bisnis tersebut mulai mengambil tindakan tersebut setelah ditemukan perusahaan multinasional membuat kesepakatan dengan pabrik-pabrik China yang dicurigai memberlakukan kerja paksa pada etnis Uighur dan etnis minoritas lainnya di China.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Singapura Mulai Vaksinasi COVID-19, Menandai ‘Babak Baru’ Dalam Perjuangan Melawan Virus

Singapura Tangkap Warganya yang Menjadi Mata-Mata China di Amerika Serikat