CakapCakap – Cakap People! Korea Utara akan memberlakukan kerja paksa pada mereka yang melanggar tindakan pencegahan COVID-19 dengan berkumpul dalam kelompok lebih dari tiga orang di luar rumah mereka. Demikian Radio Free Asia (RFA) melaporkan pada hari Sabtu, 14 Agustus 2021, mengutip sumber di negara itu.
“Jika empat orang atau lebih kecuali keluarga dekat berkumpul untuk makan atau minum akhir-akhir ini, bahkan jika mereka adalah kerabat, otoritas pengendalian penyakit akan mengirim mereka ke pusat disiplin tenaga kerja karena melanggar karantina virus corona,” atau dijatuhi denda yang sangat besar, kata seorang penduduk provinsi Pyongan Selatan, dekat ibu kota Pyongyang, kepada RFA, seperti yang dilansir Insider.
Sumber yang tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan itu mengatakan, perintah itu datang dari Badan Pengendalian Penyakit Pusat untuk mencegah penyebaran varian COVID-19.
Tidak jelas mengapa beberapa orang dikenakan denda dan yang lainnya diberi hukuman kerja paksa.
Dalam satu kasus, kata sumber itu, seorang pria didenda karena mengadakan pernikahan putranya di rumahnya pada pertengahan Juli – tetapi tidak dihukum dengan kerja paksa.
RFA melaporkan bahwa menurut pihak berwenang, pernikahan masih diperbolehkan. Namun, mereka harus mematuhi aturan karantina.
Sumber itu mengatakan bahwa pihak berwenang pada awalnya mengecualikan pernikahan dari larangan setelah keluhan dari para warga, tetapi itu berubah karena “jumlah ‘yang diduga pasien virus corona’ dengan demam tinggi [terus] meningkat di sini sejak Juni.”
Alih-alih melarang pernikahan secara langsung, “otoritas pengendalian penyakit mulai menindak pertemuan lebih dari tiga tamu sebagai pelanggaran karantina,” kata sumber itu.
Langkah-langkah tersebut tampaknya bertujuan untuk menahan virus di negara yang belum secara resmi melaporkan satu pun kasus COVID-19, meskipun para ahli tetap tidak yakin akan hal tersebut. Pada bulan Juni, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengecam para pejabat karena “tidak bertanggung jawab dan ketidakmampuan kronis” mereka dalam menangani pandemi, menandakan bahwa virus itu mungkin telah mencapai negaranya.
Pada awal Januari 2020 — ketika pandemi pertama kali muncul — Pyongyang menutup perbatasannya dengan China, Japan Times melaporkan. RFA pada bulan Februari melaporkan bahwa Korea Utara mengkremasi 12 orang yang meninggal dunia dengan gejala seperti coronavirus.
Tidak diketahui seberapa jauh Korea Utara dalam program vaksinasinya. Pada bulan Maret, dilaporkan bahwa vaksinasi akan dimulai dengan hampir dua juta vaksin AstraZeneca yang disumbangkan melalui program COVAX Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), VOA melaporkan.
Tetapi kemudian pada bulan Juli, Reuters melaporkan bahwa Korea Utara telah menolak pengiriman vaksin AstraZeneca yang sudah dijadwalkan karena risiko pembekuan darah dari vaksin, dan lebih memilih vaksin Sputnik V Rusia. Sementara Rusia telah menawarkan vaksin ke Korea Utara, tetapi tidak diketahui apakah vaksin itu telah dikirimkan.