in ,

Kasus Munir Kedaluwarsa 2 Tahun Lagi, Benarkah Indonesia Tak Sanggup “Menolak Lupa”

Muncul kekhawatiran kasus ini tidak bisa diusut kembali

CakapCakap – Cakap People, Usman Hamid yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia mengingatkan kasus Kematian Pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib akan memasuki masa kedaluwarsa dua tahun mendatang atau lebih tepatnya pada 2022 mendatang.

Kasus Munir bukanlah kasus biasa karena ia merupakan pejuang HAM yang kematiannya masih misterius. “Wajar apabila muncul semacam kekhawatiran bahwa kasus ini terancam tidak bisa dibuka kembali ketika memasuki masa daluwarsa yaitu 18 tahun,” kata Usman.

Usman menggelar konferensi pers dengan tajuk’16 Tahun Pembunuhan Munir’ yang disiarkan secara daring lewat aplikasi Zoom Meeting, Senin (7/9).

Aksi solidaritas menuntut penuntasan kasus pembunuhan Munir. Foto via cnnindonesia.com

Melansir dari CNN Indonesia, Usman menyampaikan bahwa penanganan hukum dalam kasus pembunuhan Munir ditangani menggunakan aturan hukum pidana nasional. Maka wajar saja apabila dua tahun mendatang kasus ini ditutup dan tak akan bisa diusut kembali.

Hal berbeda bisa terjadi apabila kasus ini kemudian dibawa ke ranah hukum pidana internasional. Maka kasus tersebut tidak akan mengalami masa kedaluwarsa bahkan bisa terus diusut hingga pelaku dan dalang pembunuh Munir tertangkap.

“Dengan kata lain ketentuan masa daluwarsa ini tidak berlaku jika kasus ini digolongkan ke dalam tindak pidana luar biasa atau extraordinary crime,” kata Usman.

Usman kemudian memaparkan syarat agar tindak kejahatan digolongan ke dalam extraordinary crime dan kasus bisa diusut dengan hukum pidana internasional. Salah satunya adalah pelanggaran HAM Berat.

Infografis bebasnya Pollycarpus. Foto via liputan6.com

Pelanggaran HAM Berat merupakan pelanggaran hak paling dasar yang tak bisa dicabut bahkan masuk ke dalam kejahatan paling serius. Misalnya kejahatan melawan kemanusiaan.

“Nah kejahatan melawan kemanusiaan itu bisa terjadi hanya dalam salah satu bentuk pembunuhan. Makanya di dalam Undang-undang Pengadilan HAM disebut salah satu bentuknya yaitu juga adalah penyiksaan,” kata dia.

Usman lantas memaparkan bagaimana korelasi antara syarat tersebut dengan kasus pembunuhan Munir. Pembunuhan terhadap Munir tergolong dalam penyiksaan. Racun arsenik yang terdapat dalam minuman milik Munir sudah menyebabkan pejuang HAM tersebut tersiksa selama penerbangan.

“Kasus Munir juga bisa dikatakan penyiksaan, menimbulkan kesakitan mental, ketika dia bolak balik ke toilet dan muntah hingga akhirnya tak sadarkan diri dan meninggal dunia,” kata Usman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

India Kini Jadi Negara Dengan Kasus COVID-19 Tertinggi Kedua di Dunia, Geser Brasil!

Kabar Buruk! Dunia Motor GP Bakal Sepi, Marc Marques Absen Lebih Lama Karena Lengannya