CakapCakap – Cakap People! Bin adalah salah satu dari ratusan desa yang sebagian atau seluruhnya dibakar oleh militer Myanmar sejak awal tahun ini. Lebih dari 5.500 bangunan diratakan saat junta militer mencoba menekan oposisi terhadap kudeta tahun 2021, menurut laporan media yang dikumpulkan oleh kelompok aktivis Data For Myanmar.
Puluhan citra satelit yang ditinjau oleh Reuters, yang dipasok oleh perusahaan pencitraan Bumi Amerika Serikat, Planet Labs, dan badan antariksa NASA, menunjukkan potret desa-desa yang dibakar di bagian tengah negara itu. Foto-foto tersebut sebagian besar mengonfirmasi laporan media lokal, menjadikannya salah satu bukti terkuat hingga saat ini bahwa militer melakukan pembakaran secara meluas untuk meningkatkan serangannya terhadap perlawanan di wilayah Sagaing tengah, di mana penduduk mengatakan kepada Reuters bahwa ada oposisi bersenjata yang melawan junta, Reuters melaporkan, Kamis, 14 April 2022.
“Ini adalah kampanye teror,” kata Tom Andrews, utusan khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, kepada Reuters.
“Jika Anda tinggal di daerah atau desa yang menurut mereka (junta) sangat mendukung oposisi, maka Anda, dalam pandangan mereka, adalah musuh.”
Andrews, yang berbasis di Amerika Serikat, mengatakan kepada Reuters bahwa dia telah berbicara melalui telepon dengan beberapa saksi dan orang lain yang memberinya informasi di lapangan. Dia mengatakan orang-orang ini mengatakan kepadanya bahwa junta militer telah meningkatkan serangan di Sagaing selama beberapa bulan terakhir, di mana pasukan tentara memimpin serangan darat dan jet menyerang melalui udara.
Militer Myanmar tidak menanggapi permintaan komentar untuk laporan ini. Selama beberapa bulan terakhir, junta militer justru menuduh pasukan oposisi membakar desa, tanpa menunjukkan bukti.
Militer dan milisi pro-militer telah membakar desa-desa di Myanmar tengah hampir setiap hari sejak Desember 2021, menurut laporan dari BBC Burma dan media lokal yang dikumpulkan oleh Data For Myanmar dan dilihat oleh Reuters. Serangan militer dan pembakaran permukiman telah menyebabkan perpindahan besar-besaran, kata penduduk kepada Reuters. Lebih dari 52.000 orang meninggalkan rumah mereka pada minggu terakhir bulan Februari lalu, menurut PBB.
Aksi pembakaran rumah warga baru-baru ini merupakan yang pertama kalinya terjadi di jantung pusat kota yang dulunya damai, di mana sebagian besar penduduk beragama Buddha. Selama setahun terakhir, wilayah tersebut telah menjadi lokasi pertempuran sengit antara pasukan junta dan kelompok-kelompok yang tergabung dalam Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) dan sayap bersenjata Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), yang digulingkan dalam kudeta. Junta telah menyatakan NUG dan PDF ilegal dan mencap mereka teroris.
Hancur dalam waktu yang singkat
Bin dibakar oleh militer pada 31 Januari lalu, menurut tujuh warga yang berbicara kepada Reuters. Foto-foto dan video yang diambil oleh penduduk setempat pada hari-hari berikutnya menunjukkan penduduk desa memilih jalan mereka melalui tanah kosong yang terbakar.
“Kami kehilangan semua yang kami miliki,” kata Maung Zaw, 41 tahun, seorang petani kacang tanah, kepada Reuters melalui telepon. “Saya akan berjuang melawan kediktatoran militer ini sampai akhir.”
Tiga orang mengatakan mereka membantu membawa kerabat dan teman yang sudah lanjut usia keluar dari rumah. Seorang pria, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan oleh militer, mengatakan kepada Reuters bahwa dia merangkak ke ladang terdekat dan menutupi dirinya dengan tanaman tomat untuk bersembunyi dari tentara.
Sebuah foto satelit tertanggal 7 Februari, yang dibagikan kepada Reuters oleh Planet Labs, menunjukkan sebagian besar desa yang terbakar telah menjadi abu, dengan sekitar 100 rumah hancur. Sebelumnya, sebuah foto dari 27 November 2021 menunjukkan desa itu utuh.
Para saksi mengatakan tidak ada korban tewas, tetapi mereka kehilangan gudang yang penuh dengan tanaman dan makanan untuk hewan, serta habisnya rumah mereka yang dibangun dari generasi ke generasi.
“Kami membangun rumah kami sepanjang hidup kami, itu telah hancur dalam satu detik,” kata seorang guru berusia 20-an dari Bin, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, karena takut akan pembalasan dari militer.
Reuters tidak dapat menghubungi pihak berwenang setempat di wilayah tersebut untuk mengonfirmasi serangan terhadap Bin dan desa-desa lainnya. Pembakaran desa dan pemindahan penduduk di daerah seperti Sagaing dan Magway – di mana sebagian besar tanaman negara itu diproduksi – akan mengganggu panen, menurut Klaster Ketahanan Pangan Myanmar, sebuah badan yang mengoordinasikan tanggapan PBB dan organisasi bantuan untuk krisis pangan.
“Pengurangan produksi di daerah-daerah seperti itu akan menyebabkan defisit pasokan makanan secara keseluruhan dan selanjutnya akan meningkatkan harga pangan yang sudah tinggi,” kata kelompok itu kepada Reuters dalam sebuah pernyataan minggu ini.