CakapCakap – Cakap People! Musim pendakian Gunung Fuji, puncak tertinggi di Jepang, dibatalkan tahun ini, setelah pejabat setempat mengumumkan pada hari Jumat, 22 Mei 2020, bahwa jalur pendakian akan tetap ditutup selama musim panas karena wabah virus corona.
Prefektur Shizuoka, yang mengelola tiga dari empat jalur yang menuju puncak Fuji menyampaikan pengumuman tersebut pada awal pekan lalu, menyusul pengumuman serupa oleh prefektur lain yang mengelola jalur keempat.
Shizuoka membuat keputusan untuk menutup jalur karena “tidak bisa menjamin keamanan para pandaki”.
“Pasalnya, pondok-pondok dan pusat pertolongan pertama akan ditutup untuk mencegah penyebaran virus corona,” kata Yoshinari Nushida, kepala seksi untuk kantor pekerjaan umum Gunung Fuji, melansir Reuters, Senin, 25 Mei 2020.
Menurut Nushida, ini adalah pertama kalinya Shizuoka tidak membuka jalurnya untuk musim pendakian.
Terletak sekitar 130 kilometer barat Tokyo, Gunung Fuji menjulang setinggi 3.776 meter dan menjadi daya tarik bagi banyak pendaki dan turis selama musim pendakian.
Gunung Fuji paling bagus dikunjungi dari Juli hingga September.
Sekitar 236 ribu orang mendaki gunung tahun lalu, menurut Kementerian Lingkungan Hidup Jepang.
Jepang Bersiap Hapus Status Darurat Nasional
Pemerintah Jepang bersiap menghapus status darurat nasional yang diberlakukan selama pandemi virus Corona jenis baru (COVID-19) untuk Ibu Kota Tokyo dan empat prefektur di negara itu mulai Senin, 25 Mei 2020 hari ini. Dengan demikian, seluruh bisnis dimungkinkan untuk secara bertahap beroperasi kembali di negeri Sakura tersebut.
Meski begitu, pengumuman resmi oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe terkait pencabutan status darurat nasional selama pandemi COVID-19 belum diberikan hingga saat ini.
Jepang mulai memberlakukan status keadaan darurat pada 7 April lalu, menyusul jumlah kasus COVID-19 yang meningkat di negara itu secara signifikan. Namun, tidak seperti aturan pembatasan yang ditetapkan banyak negara di Eropa, maupun China dengan adanya lockdown, Negeri Sakura itu memilih pendekatan yang ringan.
Para warga di Jepang diminta untuk tetap berada di rumah masing-masing selama keadaan darurat berlaku, kecuali pergi untuk berbelanja kebutuhan pokok, obat-obatan, atau mencari perawatan medis. Namun, bisnis-bisnis hanya disarankan untuk ditutup atau mengoperasikan jam kerja lebih pendek, yang dinilai sebagai strategi bertujuan meminimalisir dampak kerugian ekonomi.