in ,

Jepang Bantah Terima Informasi Vaksin yang Sensitif dari Pejabatnya di WHO

Sejumlah staf WHO telah menuduh bahwa Dr Takeshi Kasai, direktur utama WHO di Pasifik Barat, terlibat dalam perilaku yang tidak etis, rasis dan kasar, merusak upaya mereka untuk mengekang pandemi virus corona.

CakapCakapCakap People! Pemerintah Jepang mengatakan pada hari Jumat, 28 Januari 2022, akan mengawasi penyelidikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atas keluhan sejumlah staf atas rasisme dan pelecehan oleh seorang pejabat tinggi Jepang di badan tersebut. Meski begitu, Jepang membantah telah menerima informasi vaksin yang sensitif secara tidak pantas darinya.

Sejumlah staf WHO telah menuduh bahwa Dr Takeshi Kasai, direktur utama WHO di Pasifik Barat, terlibat dalam perilaku yang tidak etis, rasis dan kasar, merusak upaya mereka untuk mengekang pandemi virus corona. Demikian menurut pengaduan internal yang diajukan Oktober 2021 lalu, The Associated Press (AP) melaporkan, seperti yang dilansir Channel News Asia.

Keluhan tersebut juga dikirim melalui email kepada para pemimpin senior WHO minggu lalu dan menggambarkan “atmosfer toxic” dengan “budaya intimidasi sistemik” di kantor pusat regional WHO di Filipina. Rekaman yang diperoleh The Associated Press juga menunjukkan bahwa Kasai, yang mengepalai wilayah yang luas yang mencakup China dan Jepang, membuat pernyataan yang menghina stafnya selama pertemuan berdasarkan kebangsaan.

Kasai telah membantah tuduhan itu.

Takeshi Kasai [Foto: Reuters]

Koichiro Matsumoto, Wakil Sekretaris Kabinet untuk Urusan Publik di Kantor Perdana Menteri Jepang, mengatakan kepada AP pada hari Jumat bahwa pemerintah memahami WHO mengambil langkah-langkah yang tepat dan bahwa Jepang berencana untuk hati-hati mengawasi penyelidikan WHO.

Matsumoto membantah bahwa pemerintah Jepang secara tidak pantas menerima informasi vaksin yang sensitif dari Kasai yang diduga diperolehnya dengan menyalahgunakan posisinya.

“Tidak ada kebenaran (tuduhan) bahwa pemerintah Jepang secara tidak pantas menerima informasi sensitif terkait kontribusi vaksin kami,” katanya.

Ia mengatakan Jepang menganggap serius pentingnya menjaga akses yang setara dan adil ke vaksin yang aman, efektif dan berkualitas tinggi untuk semua negara dan wilayah, dan bahwa pemerintah Jepang telah memberikan dukungan melalui kerjasama dengan COVAX, sebuah program kerjasama internasional yang dibentuk untuk memastikan negara berpenghasilan rendah dan menengah memiliki akses yang adil ke vaksin COVID-19, serta dengan WHO dan pemerintah terkait.

Sejak Juni 2021, Jepang telah menyediakan 42 juta dosis vaksin COVID-19 – 17,6 juta dosis melalui COVAX dan 24,6 dosis melalui kesepakatan bilateral.

Menteri Kesehatan Australia Greg Hunt mengatakan pada hari Jumat bahwa ia tidak mengetahui tuduhan terhadap Kasai itu sebelum membaca laporan media dan akan menunggu pengarahan dari WHO.

Ia menyatakan bahwa proses internal WHO untuk memeriksa tuduhan signifikan seperti itu akan mendapat benefit dari semacam pengawasan eksternal.

“Kami akan meminta saran independen dari WHO mengenai sifat dan tanggapan atas klaim ini,” kata Hunt.

Staf WHO mengatakan mereka membawa pengaduan mereka langsung ke Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia untuk meminta bantuan karena pemerintah Australia dianggap sebagai salah satu negara anggota WHO yang paling berpengaruh di kawasan itu.

Staf mengatakan Australia mengarahkan mereka untuk mengajukan keluhan mereka melalui WHO.

Logo Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terlihat di pintu masuk gedung WHO, di Jenewa, Swiss, 20 Desember 2021. [Foto: REUTERS/Denis Balibouse]

Klaim tersebut menambah serangkaian protes internal dari personel WHO tentang manajemen badan tersebut terhadap pandemi selama dua tahun terakhir, termasuk secara pribadi mengeluhkan penundaan pembagian informasi dari China seraya secara terbuka memuji pemerintah.

WHO telah menangani keluhan internal dari staf yang menuduh rasisme sistemik, seksisme, dan masalah lain sebelumnya.

Direktur jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memerintahkan penyelidikan internal pada Januari 2019 untuk menilai tuduhan tersebut.

Tahun lalu, AP melaporkan bahwa manajemen senior WHO mendapat laporan tentang pelecehan seksual yang melibatkan staf WHO sendiri selama wabah Ebola di Kongo, tetapi gagal untuk bertindak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jejaring Sosial Ikuti Tren NFT; Apa Rencana Mereka?

e-HAC

Filipina Bakal Dibuka Kembali untuk Turis Asing yang Divaksinasi