CakapCakap – Cakap People! Lelah aspirasinya tak kunjung diwujudkan, seorang warga desa di Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), melakukan aksi dengan cara yang berbeda, yaitu dengan mencetak aspirasinya di sebuah baju kaus yang sering ia pakai. Hal itu dilakukannya setelah beberapa upaya untuk meminta pembangunan jembatan sepanjang 3 kilometer di desanya belum membuahkan hasil.
Dilansir dari The Jakarta Post, Rabu, 6 November 2019, warga tersebut diketahui bernama Theodurus Pamput, 30 tahun. Ia mengenakan kaus hitam dengan pesan yang ditulis dalam bahasa lokal: “Tuang, Senget Koe Gesar Dami #WaeMusur (Pemimpin, tolong dengarkan permohonan kami, #WaeMusur).
Wae Musur adalah nama sungai yang memisahkan Kampung Lidi, di desa Lidi di kabupaten Ranamase, Pulau Flores.
Ia mengatakan, saat musim hujan, khususnya, warga desa di mana Theodorus tinggal ini tidak dapat mengakses desa lain atau ibu kota kabupaten, Borong. Guru-guru yang mengajar di sekolah menengah pertama di Nanga Lanang juga tidak dapat bekerja ketika sungai Wae Musur meluap saat hujan.
“Kami telah menyampaikan permohonan kami beberapa kali; melalui media, ke DPRD Manggarai Timur dan melalui pemerintahan Manggarai Timur. Tetapi mereka belum memberikan hasil apa pun, “kata Theodorus bulan lalu.
“Ketika musim hujan tiba, Wae Musur selalu banjir dan kita tidak bisa melewatinya.”
Dia mengatakan penduduk desa telah membentuk Forum Rakyat Wae Musur dan Gerakan Pemuda Wae Musur untuk memperjuangkan jembatan tersebut.
“Jadi, saya membuat kaus ini,” katanya.
Ia mengaku pernah diberitahu bahwa pembangunan jembatan tersebut harus menggunakan APBN, bukan APBD. Warga desa juga berharap Presiden Joko Widodo akan membangun jembatan Wae Musur, begitu pesan yang tercetak pada kaus itu yang juga ditujukan kepada Presiden.
“Pesannya adalah agar semua pemimpin bangsa mendengarkan dan memperhatikan, untuk mewujudkan pembangunan yang setara bagi [semua orang] di Indonesia,” katanya.
Pemerataan pembangunan infrastruktur diharapkan tak hanya dinikmati oleh masyarakat di Pulau Jawa saja, tapi juga di Kawasan Timur Indonesia, termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT).
Seperti diketahui, Produk Regional Bruto (GRP) NTT berada di urutan 10 terbawah di Indonesia, yang hanya mencapai Rp 99,08 triliun pada tahun 2018. Sebagai perbandingan, Jakarta membukukan GRP Rp 2,599 kuadriliun pada tahun yang sama.
Manggarai Timur adalah salah satu dari 22 kabupaten dan kota di provinsi NTT dan juga di antara 10 terbawah dalam hal GRP, membukukan Rp 2,7 triliun pada 2018. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada 2017, 25 persen penduduk tinggal di daerah pedesaan kategori miskin.
Theodorus mengatakan bahwa selama masa kampanye pemilihan legislatif dan presiden tahun lalu, beberapa pejabat dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan, anggota Komisi Informasi Publik (KIP) Romanus Ndau Lendong dan pejabat Badan Pekerjaan Umum dan Perumahan Manggarai Timur Yos Marto mengunjungi daerah Wae Musur. Mereka disambut dengan ritual adat dan para pejabat berjanji untuk mengakomodasi permintaan masyarakat.
Romanus mengkonfirmasi kunjungan itu bulan lalu dan mengatakan dia telah meminta pembaruan dari kementerian. Dia menambahkan bahwa warga desa harus menunggu karena “pembangunan terjadi secara bertahap di seluruh Indonesia”.
“Mungkin [jembatan] akan dibangun tahun depan,” katanya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Yos Marto mengatakan bahwa pada bulan lalu, pemerintah belum menerima informasi tentang tindak lanjut kunjungan kementerian.
“Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur tidak memiliki anggaran untuk membangun jembatan di atas Sungai Wae Musur,” katanya.