in ,

Jahleel, Balita Penderita Parkinson Termuda Dunia Ini Meninggal Setelah Operasinya Tertunda Karena Pandemi

Prosedur operasi yang dikenal dengan Gene Replacement Therapy itu sayangnya harus ditunda akibat pembatasan perjalanan karena pandemi.

CakapCakapCakap People! Seorang ibu di Melbourne, Australia, memberikan penghormatan terakhir kepada putranya, penderita Parkinson termuda di dunia, yang meninggal secara tragis setelah operasi penyelamatan nyawanya ditunda karena pandemi virus corona.

Ibu dua anak, Rebecca Marsh, mengucapkan salam perpisahan terakhirnya kepada putranya yang bernama Jahleel, empat tahun, minggu lalu setelah dia mengalami serangan jantung saat di rumah sakit.

Melansir Yahoo News, Minggu, 9 Agustus 2020, Jahleel didiagnosis menderita Amino Acid Decarboxylase Deficiency (AADC). Ini adalah merupakan satu dari 56 juta penyakit yang digambarkan sebagai ‘Parkinson anak-anak’. Ia mengidap sakit ini pada usia tiga bulan dan menjadikannya yang termuda di dunia dengan kelainan otak.

Jahleel, penderita Parkinson termuda di dunia meninggal secara tragis setelah operasi penyelamatan nyawanya ditunda karena virus corona. [Foto: Caters]

Sang ibu yang berusia 41 tahun dari Melbourne, Victoria, Australia, telah menggalang dana untuk membawa putranya ke Polandia guna menjalani operasi penyelamatan yang akan dilakukan pada Mei tahun ini.

Namun, karena pembatasan perjalanan yang ketat yang diberlakukan akibat pandemi global virus corona, prosedur operasi yang dikenal dengan Gene Replacement Therapy itu sayangnya harus ditunda.

Tragisnya, Jahleel meninggal dunia minggu lalu setelah mengalami serangan jantung akibat komplikasi dengan kondisi yang dialaminya, yang menurut ibunya hal itu bisa dicegah jika putranya sempat menjalani operasi.

Jahleel bersama ibunya, Rebecca Marsh. [Foto: Caters]

Kini, sang ibu yang sedang berduka dan Khaleel — kakak laki-laki Jahleel — 11 tahun, berbagi kisah mereka untuk membantu meningkatkan kesadaran akan kondisi tersebut — sembari juga meminta orang lain untuk mematuhi peraturan virus corona sehingga anak-anak lain bisa mendapatkan operasi penyelamatan yang mereka butuhkan lebih cepat.

“Jahleel sedikit sakit selama sebulan, tapi tidak ada yang bertambah dan dia tampak baik-baik saja,” kata Rebecca.

“Oksigennya tiba-tiba turun saat di rumah, jadi kami memanggil ambulans dan membawanya ke rumah sakit. Dia sembuh begitu di sana, tetapi para dokter menahannya untuk dilakukan observasi.

“Dia baik-baik saja, kata perawat dia tersenyum dan bahagia. Kemudian pada hari Senin, dia mengambil nafas panjang dan kemudian berhenti, dia mengalami serangan jantung.

“Jahleel masih berjuang beberapa hari kemudian, dia membuka matanya sedikit saat saya akan bernyanyi untuknya.

“Tapi keesokan harinya tekanan darah dan detak jantungnya turun. Saya menatap matanya dan tahu bahwa dia telah pergi, meskipun secara teknis dia hidup, tapi jiwanya telah hilang.

“Pada hari Sabtu, kami mematikan ventilator dan dia meninggal lima menit kemudian.

“Jika pandemi tidak terjadi, Jahleel akan tetap ada di sini. Kami bisa saja berada di Polandia pada bulan Mei dan menjalani operasi yang dia butuhkan.

“Saya telah melihat hal-hal menakjubkan yang dilakukan terapi penggantian gen untuk anak-anak lain yang menderita seperti Jahleel, dan saya hanya berharap dia bisa mendapat kesempatan.”

Rebecca mengatakan bahwa karena pandemi, hal itu membuatnya lebih sulit daripada yang seharusnya dan menyebabkan tekanan ekstra pada dirinya dan putranya saat mereka berduka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Selain COVID-19, Inilah Peringatan Terbaru dari Bill Gates untuk Dunia

Amerika Serikat Cetak Rekor dengan Lebih dari 5 Juta Orang Terinfeksi COVID-19, Tertinggi di Dunia