CakapCakap – Cakap People! Indonesia telah menyetujui kesepakatan pengadaan 100 juta dosis vaksin COVID-19 dari perusahaan farmasi Inggris yaitu AstraZeneca, sebagai bagian dari upaya negara untuk mengimunisasi hingga 160 juta orang pada akhir tahun 2022.
“Pemerintah akan membayar uang muka 50 persen pada akhir bulan ini. Biayanya sekitar 250 juta dolar AS,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Minggu, 11 Oktober 2020, melansir laporan Jakarta Globe.
Indonesia agresif dalam pengadaan vaksin di seluruh dunia untuk menghentikan penyebaran pandemi COVID-19 di Tanah Air.
Negara terpadat di Asia Tenggara ini telah mendapatkan kesepakatan dengan pembuat vaksin COVID-19 dari China Sinovac Biotech untuk 30 juta dosis vaksin pada akhir tahun ini.
Perusahaan farmasi milik negara, BioFarma, saat ini sedang melakukan uji klinis double-blind vaksin Sinovac pada ratusan relawan di Bandung, Jawa Barat.
Jika uji coba tersebut membuktikan keampuhan vaksin tersebut, Sinovac akan memasok bahan baku untuk 20 juta dosis vaksin kepada perusahaan-perusahaan Indonesia untuk membuat vaksin tersebut. Sinovac akan mengirimkan 10 juta lainnya dalam dosis siap pakai, kata Airlangga.
Airlangga mengatakan, pemerintah sedang mengupayakan mendapatkan 10-30 juta dosis vaksin dari perusahaan China lainnya, yaitu dari China National Pharmaceutical Group (Sinopharm). Dia tidak mengungkapkan berapa biaya yang akan dikeluarkan pemerintah untuk vaksin Sinopharm.
Airlangga mengatakan, pemerintah akan memprioritaskan tenaga kesehatan, penegak hukum, dan peserta skema asuransi tenaga kerja Indonesia BPJS Ketenagakerjaan untuk menerima vaksin tersebut awal tahun depan.
Pada akhir 2022, pemerintah menargetkan semua orang dewasa berusia antara 19 hingga 59 tahun akan divaksinasi.
Indonesia telah mengonfirmasi lebih dari 333.000 kasus COVID-19 sejak Maret, menjadi Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus tertinggi kedua di kawasan Asia Tenggara.
Meski begitu, angka pengujian COVID-19 di Indonesia masih belum maksimal. Pasalnya, Indonesia baru mampu menguji 2,3 juta orang suspek, atau kurang dari satu persen dari populasinya sejauh ini.