CakapCakap – Cakap People! Para ekonom mengatakan bahwa ekonomi Indonesia menghadapi “resesi yang hampir pasti” pada kuartal ketiga tahun ini karena pemulihan ekonomi yang kuat akan tergantung pada apakah pemerintah dapat mengendalikan penyebaran pandemi COVID-19 dan merangsang daya beli masyarakat.
Pemerintah perlu fokus untuk mengendalikan wabah virus corona di tengah meningkatnya jumlah kasus COVID-19, kata ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri, seraya menambahkan bahwa pemulihan ekonomi yang kuat akan datang secara alami jika ancaman wabah ditangani.
“Kami khawatir respon kebijakan pemerintah tidak lagi peduli dengan COVID-19 dengan sangat menekankan pada pemulihan ekonomi,” katanya kepada anggota parlemen dalam rapat pada hari Senin, 31 Agustus 2020, melansir The Jakarta Post.
“Seharusnya kita mengontrol penyebaran virus dulu sebelum ekonomi bisa tumbuh. Jika kasus virus menurun, ekonomi secara otomatis akan meningkat. “
Indonesia mencatat rekor kasus positif COVID-19 dalam satu hari tertinggi dalam tiga hari berturut-turut dari Jumat hingga Minggu (28 Agustus-30 Agustus 2020).
Perekonomian negara mengalami kontraksi minus atau menyusut 5,32 persen pada kuartal kedua tahun ini, terburuk sejak 1999, karena semua komponen kegiatan ekonomi melambat.
Faisal mengatakan, perekonomian mungkin bakal menyusut 3 persen lagi pada kuartal ketiga. Ia menambahkan bahwa kontraksi ekonomi adalah akibat dari “ketidakmampuan pemerintah dalam menangani pandemi”.
Pemerintah, lanjutnya, harus mengikuti langkah negara-negara seperti Singapura, Malaysia dan Thailand dengan memprioritaskan respons pandemi atas ekonomi. Menurutnya, langkah tersebut dapat memungkinkan ekonomi pulih lebih cepat.
“Strategi pemerintah dalam menangani pandemi adalah menunggu vaksin, tapi sebelum itu terjadi, mereka sama sekali tidak punya strategi,” ujarnya kepada Komisi VI DPR yang membidangi perdagangan, industri, dan badan usaha milik negara.
Pemerintah sedang gencar mengampanyekan tentang protokol normal baru, termasuk dengan mengenakan masker wajah dan face shield, jarak sosial. Itu adalah di antara langkah-langkah lain untuk menyelamatkan ekonomi yang terguncang akibat pandemi virus corona.
Namun, jumlah kasus yang meningkat dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan bahwa langkah pemerintah belum efektif dalam mengurangi penyebaran infeksi.
Resesi ekonomi “bukanlah kiamat dan bukan hal yang perlu ditakuti”
“Resesi ekonomi bukanlah kiamat dan bukan sesuatu yang perlu kita takuti,” kata ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati.
Ia menambahkan, perekonomian berada pada “resesi yang hampir pasti” beberapa diantaranya adalah didasarkan beberapa indikator ekonomi di bulan Juli seperti penjualan ritel dan penjualan kendaraan.
“Pertanyaannya adalah bagaimana mengurangi guncangan ekonomi dengan meningkatkan daya beli masyarakat dan meningkatkan [ketahanan] usaha mikro, kecil, dan menengah,” katanya dalam pertemuan yang sama.
Enny mendesak pemerintah mengevaluasi program stimulus saat ini untuk mengurangi tekanan arus kas bisnis dan mendorong permintaan domestik.
“Jika tepat sasaran, maka belanja pemerintah akan menjadi krusial dalam mendorong perekonomian,” tambahnya.
Pemerintah memperkirakan ekonomi akan menyusut paling buruk 2 persen atau mencatat pertumbuhan datar paling baik di kuartal ketiga, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan baru-baru ini. Sri Mulyani memperkirakan ekonomi akan menyusut paling buruk 1,1 persen untuk tahun 2020.
Pemerintah akan mengoptimalkan belanja negara pada kuartal ketiga tahun ini untuk membantu mendukung perekonomian, kata Kepala Kebijakan Perubahan Iklim dan Pembiayaan Multilateral Kementerian Keuangan Adi Budiarso dalam audiensi yang sama.
“Kami akan meningkatkan belanja pemerintah yang akan mendukung supply dan demand dalam perekonomian,” tegasnya.