in ,

Indonesia dan Thailand Pertimbangkan Suntikan Booster Untuk Tenaga Kesehatan di Tengah Keraguan Vaksin Sinovac

China menegaskan kembali bahwa vaksin mereka aman dan efektif.

CakapCakapCakap People! Indonesia dan Thailand sedang mempertimbangkan untuk memberikan suntikan booster kepada tenaga kesehatan yang sudah diimunisasi dengan vaksin COVID-19 Sinovac, sebuah langkah yang kemungkinan akan mengurangi kepercayaan publik terhadap produk China yang telah menjadi alat inokulasi utama di negara ini.

Beberapa negara termasuk Turki dan Uni Emirat Arab sudah mulai memberikan suntikan booster kepada mereka yang diinokulasi dengan vaksin China di tengah kekhawatiran bahwa vaksin tersebut tidak efektif terhadap virus corona varian baru dan lebih menular.

Namun tantangan yang dihadapi Asia Tenggara jauh lebih besar. Banyak negara di kawasan ini sangat bergantung pada vaksin China karena ketatnya pasokan produk Barat, dan memiliki tingkat vaksinasi yang rendah kurang dari 10%, Reuters melaporkan.

Foto: Reuters

Mereka juga berjuang memecahkan rekor dalam kasus dan kematian baru, yang banyak disebabkan oleh varian Delta yang sangat menular, sementara meningkatnya infeksi di antara tenaga kesehatan meskipun sudah diimunisasi penuh dengan suntikan Sinovac telah meregangkan sistem perawatan kesehatan yang sudah tipis.

“Banyak dokter dan tenaga medis yang sudah dua kali divaksinasi namun mengalami gejala sedang dan berat, bahkan meninggal dunia,” kata Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto kepada DPR, Senin, 5 Juli 2021.

Indonesia telah memvaksinasi jutaan tenaga kesehatan dengan suntikan Sinovac dan ribuan dari mereka sekarang dinyatakan positif COVID-19.

“Sudah saatnya tenaga medis mendapatkan booster ketiga untuk melindungi mereka dari dampak varian baru yang lebih ganas dan mengkhawatirkan,” kata Melki Laka Lena, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang mengawasi bidang kesehatan.

Siti Nadia Tarmizi, seorang pejabat dari Kementerian Kesehatan RI, mengatakan sedang menunggu rekomendasi dari kelompok penasihat imunisasi dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang penggunaan suntikan booster.

Sementara beberapa data real world menunjukkan vaksin Sinovac efektif terhadap rawat inap dan kasus COVID-19 yang parah, tetapi belum ada data terperinci tentang efektivitasnya terhadap varian Delta, yang pertama kali diidentifikasi di India.

Thailand, yang diperkirakan bakal menerima sumbangan 1,5 juta suntikan Pfizer-BioNtech dari Amerika Serikat akhir bulan ini, berencana untuk menggunakan vaksin itu untuk menginokulasi 700.000 tenaga kesehatan mereka, yang sebagian besar sudah menerima dua suntikan Sinovac.

Pejabat kesehatan senior Thailand Udom Kachintorn mengatakan rencana itu ditujukan untuk meningkatkan kekebalan, karena varian Delta meningkatkan beban kasus dan sejumlah tenaga medis yang telah divaksinasi penuh dengan Sinovac menjadi terinfeksi.

Sebuah dokumen Kementerian Kesehatan Thailand yang bocor minggu ini menunjukkan bahwa pemerintah khawatir tentang langkah tersebut mengirimkan sinyal yang salah kepada publik karena akan mengakui bahwa vaksin Sinovac tidak efektif.

“Pasti akan berdampak pada kepercayaan terhadap vaksin,” kata Dicky Budiman, ahli epidemiologi di Griffith University Australia.

“Vaksin itu tidak selalu tidak efektif, tetapi kemanjurannya menurun setelah enam bulan. Itu prediksi saya,” katanya, merekomendasikan pihak berwenang untuk mempertimbangkan suntikan booster sebagai solusi dan mengomunikasikan masalah itu dengan publik.

Pihak berwenang Thailand telah membela penggunaan vaksin itu dan rencananya bakal membeli lebih banyak vaksin Sinovac.

“Jangan downgrade Sinovac meski kita tahu khasiatnya lebih rendah. Ini mengurangi jumlah pasien dengan kondisi kritis, dan kematian,” kata Udom.

Dokter Indonesia juga mengakui bahwa Sinovac mungkin bukan vaksin terbaik di pasaran, tetapi mengatakan bahwa untuk saat ini hanya itu yang mereka miliki, dan itu lebih baik daripada tidak sama sekali.

“Sampai sekarang karena tidak bisa memproduksi (vaksin), kami tidak punya pilihan (lain),” kata Eka Julianta Wahjoepramono, dekan fakultas kedokteran Universitas Pelita Harapan.

“Sinovac adalah satu-satunya pilihan,” kata Eka, yang telah divaksinasi lengkap dengan Sinovac tetapi mendapat kasus COVID-19 yang parah bulan lalu.

Sinovac tidak membalas permintaan komentar dari Reuters.

Ilustrasi virus corona. [Foto: Reuters]

Keraguan tentang efektivitas vaksin China mengancam untuk melemahkan apa yang disebut “diplomasi vaksin” China, yang melaluinya Beijing berusaha meningkatkan pengaruh diplomatiknya di seluruh dunia. China telah mengirimkan ratusan juta dosis suntikan COVID-19 yang dikembangkan secara lokal ke luar negeri.

Singapura mengatakan minggu ini orang yang menerima suntikan Sinovac dikeluarkan dari penghitungan total vaksinasi karena kurangnya data kemanjuran vaksin, terutama terhadap varian Delta yang menular.

“Kami tidak benar-benar memiliki dasar medis atau ilmiah atau memiliki data sekarang untuk menetapkan seberapa efektif Sinovac dalam hal infeksi dan penyakit parah akibat Delta,” kata Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung.

China menegaskan kembali bahwa vaksin mereka aman dan efektif.

“Vaksin China telah mendapatkan reputasi yang baik di masyarakat internasional dengan keamanan dan kemanjurannya yang diakui secara luas,” kata juru bicara kementerian luar negeri Wang Wenbin pada hari Senin dalam menanggapi pertanyaan tentang apakah negara lain telah menyatakan keprihatinan tentang vaksin China.

“Hingga saat ini lebih dari 100 negara telah menyetujui vaksin China… Gelombang pertama vaksin yang tiba di banyak negara berkembang berasal dari China. Mereka menyebut dosis China sebagai ‘hujan tepat waktu’.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Negara Ini Berlakukan Cuti Ayah Selama 28 Hari, Disambut Bahagia oleh Warganya

Berikut 6 Tanda Imun Tubuh Menurun, Jangan Salah Mengenali