CakapCakap – Cakap People! Memamerkan harta kekayaan alias flexing dilakukan sebagian orang di media sosial. Salah satunya dilakoni kreator konten Fata Aflah lewat akun media sosialnya. Fata adalah anak dari bos perusahaan logistik dan ekspedisi barang JNE.
Di akun Instagram pribadinya maupun lewat TikTok, Fata menyebut dirinya sebagai Mikur atau Mister Kurir. Ayah Fata adalah Feriadi Soeprapto yang memimpin JNE. Sementara, kakek Fata merupakan pendiri perusahaan JNE-TIKI, Soeprapto Soeparno.
Lewat sejumlah unggahan, Fata kerap memamerkan koleksi kendaraan mewah milik keluarganya. Sebut saja mobil Lexus dengan pelat nomor “cantik” B 1 JNE, atau ketika Fata mengendarai BMW, serta berpose di depan Jeep Rubicon yang mentereng.
Ada pula video di mana Fata bersenang-senang menaiki jet ski di laut atau foto dirinya berpose di depan pesawat berlogo JNE. Ketika ada warganet yang menanyakan apa yang dia lakukan di kala bosan, Fata menjawab bahwa dia akan naik yacht mengarungi ombak besar di lautan.
Terkadang, Fata membumbui kontennya dengan guyonan atau menyebut diri sendiri sebagai tukang paket. Tidak cuma kendaraan, secara umum aksi flexing bisa juga memamerkan rumah mewah, pakaian mahal, jam tangan mahal, berapa banyak uang yang dihasilkan, atau gaya hidup “wah” lainnya.
Berbagai aksi pamer kemewahan dan harta itu bisa dipicu berbagai hal. Dikutip dari laman Strategy Lab, Rabu 1 Maret 2023, flexing merupakan cara seseorang menunjukkan status atau kekuatan ekonominya.
Dalam ilmu ekonomi, ini disebut “konsumsi yang mencolok”. Istilah itu pertama kali disebutkan pada 1899 oleh Thorstein Veblen dalam bukunya, The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions.
Biasanya, tujuan dari orang yang melakukan flexing adalah agar orang lain berpikir dengan cara tertentu tentang dirinya. Tujuannya bisa untuk menunjukkan status, memberi isyarat kepada orang lain akan sesuatu, atau meyakinkan bahwa dirinya kaya, menarik, atau populer.
Dalam bukunya yang berjudul Brandwashed, pakar pemasaran Martin Lindstrom memaparkan bahwa orang dengan harga diri rendah akan lebih bergantung pada brand ternama, dibandingkan orang dengan harga diri lebih tinggi. Bahkan, Lindstrom mengklaim bahwa semakin besar logo pada pakaian, semakin rendah harga diri.
Itu menjadi cara untuk memberi sinyal kepada orang lain bahwa dia punya uang. Dengan kata lain, semakin nyata flexing yang dilakukan, semakin sedikit rasa percaya diri yang dimiliki. Untuk sesaat, mungkin materi memberikan suntikan rasa percaya diri, namun itu adalah rasa percaya diri yang salah.
Klik DI SINI untuk meneruskan membaca, Cakap People!