CakapCakap – Anak muda Indonesia terus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan dunia digital saat ini. Buktinya, ada banyak pertemuan atau kompetisi dunia yang mengedepankan aspek teknologi dan digital, dan mampu dilakukan oleh perwakilan Indonesia. Bahkan tidak sedikit pula, orang Indonesia mampu berinovasi lebih dan bahkan menjadi juara dalam kompetisi-kompetisi dunia. Salah satu cerita menarik datang dari Celestine Wenardy, yang sebelumnya adalah salah satu finalis dalam kompetisi dunia.
Kompetisi yang Celestine ikuti adalah Google Science Fair 2019, dan hasil kejuaraannya telah diumumkan secara online melalui media sosial twitter resmi milik Google Science Fair (@googlescifair). Dalam kejuaraan ini, diumumkan 5 finalis yang berhasil meraih penghargaan, mengalahkan banyak pelajar lainnya yang berusia diantara 13-18 tahun dari banyak negara.
Celestine diketahui adalah satu-satunya finalis asal Indonesia yang mengikuti kompetisi tersebut, dan berhasil menjadi salah satu dari 5 finalis penerima penghargaan. Penghargaan yang diterimanya adalah Virgin Galactic Pioneer Award. Secara umum, penghargaan ini adalah sebuah penghargaan bagi siswa yang menggunakan pendekatan inovatif dan langsung untuk memecahkan sejumlah tantangan teknik terbesar.
Dalam kompetisi ini, Celestine mengembangkan alat pengukur konsentrasi kadar gula dalam darah tanpa pengambilan sampel darah. Akurasi glukometer yang digagasnya bisa mencapai koefisien determinasi 0,843, dengan harga sekitar USD 63. Glukometer yang dirancang oleh Celestine ini pastinya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan glukometer lainnya, yang harganya bisa mencapai USD 1.000.
Celestine harus bersaing dengan 19 finalis dari berbagai negara. Empat pemenang lainnya yang juga masuk dalam jajaran penerima award, memanglah anak muda yang punya daya inovasi yang baik. Pertama adalah Fionn Ferreira dari Irlandia yang mendapatkan Google Grand Prize, pengargaan utama dalam kompetisi ini. Fionn membawa penelitian berupa penanganan mikroplastik di perairan. Kemudian yang kedua adalah Daniel Kazantsev, pemuda asal Rusia yang membawa gagasan untuk membantu orang penderita gangguan pendengaran, dengan mengekspresikan pikiran. Daniel meraih penghargaan Lego Education Award.
Selanjutnya yang ketiga adalah Tuan Dolmen yang berasal dari Turki. Tuan Dolmen mengembangkan desain modul pertanian digital yang dapat menangkap getaran pohon untuk energi. Perwakilan Rusia ini akhirnya mendapatkan penghargaan Scientific American Innovator Award. Dan yang terakhir, adalah dua remaja asal India bernama AU Nachiketh Kumar dan Aman KA. Perwakilan India ini mendapatkan penghargaan National Geographic Explorer Award, hasil penelitian Averrhoa bilimbi sebagai koagulan alami untuk getah karet.
Wah, sungguh menginspirasi ya Cakap People, ternyata ada banyak anak muda dunia yang punya inovasi di bidang teknologi yang jauh melebihi kapasitas usia mereka. Salut!