CakapCakap – Cakap People, saat ini Prancis tengah diguncang masalah toleransi beragama. Peristiwa itu berawal dari tindakan Samuel Paty seorang guru berusia 47 tahun yang dengan lancang melecehkan Islam. Ia menunjukan gambar kartun Nabi Muhammad milik Charlie Hebdo kepada murid-muridnya.
Tindakan tersebut sungguh melukai umat muslim di seluruh dunia. Karena, tidak ada satu orang pun yang pantas menggambar wajah Nabi Muhammad. Tidak suka dengan tindakan Samuel Paty, Abdullakh Anzorov, membunuhnya dengan memenggal kepalan Paty. Abdullakh Anzorov sendiri tewas dalam baku tembak dengan polisi.
Setelah itu, Prancis kembali diguncang serangan teror penikaman jemaat yang terjadi di sebuah gereja di kota Nice, pada Kamis (29/10/2020). Serangan terror tersebut menewaskan tiga orang, kejadian ini berselang dua pekan dari pembunuhan Samuel Paty.
Peristiwa di kota Nice menggugah sekelompok pemuda Muslim di Prancis. Mereka melakukan tindakan yang mulia dengan bergantian menjaga gereja katedral. Mereka ingin menunjukkan sikap toleransi umat beragama.
Melansir dari media iNews, aksi tersebut digagas oleh seorang pemuda Muslim bernama Elyazid Benferhat bersama temannya. Mereka juga menggerakan pemuda lainnya dari komunitas Muslim di kota Nice untuk lakukan penjagaan di depan gereja yang terletak di selatan kota Lodeve selama libur All Saints.
Secara simbolis, Elyazid ingin menunjukkan bahwa sebenarnya Muslim juga menjunjung tinggi solidaritas dan saling melindungi pemeluk agama lain. Inisiatif yang digagas Elyazid dan pemuda Muslim kota Nice direspon positif dari pastor paroki gereja yang dibangun pada abad ke-13 tersebut.
“Tindakan ini memberi harapan (perdamaian umat beragama) di saat kekacauan,” ujar pastor dikutip dari Arab News, Sabtu (7/11/2020).
Elyazid adalah keturunan imigran dari Aljazair. Namun ia bersemangatnya ikut berkontribusi bagi kedamaian Prancis, tanah kelahirannya.
“Saya tumbuh berbicara Prancis, tapi saya juga Muslim, dan kami telah melihat Islamofobia di negara ini, dan terorisme,” ungkapnya.
“Dalam beberapa tahun terahir, saya merasa kesal karena setiap kali kekerasan ekstrimis Islam melanda Prancis,” lanjutnya.
Dalam pandangan Elyazid, insiden-insiden tersebut sama sekali bukanlah wajah Islam yang sebenarnya melainkan gerakan teror yang mengatasnamakan Islam.
“Muslim Prancis menghadapi stigmatisasi baru, meskipun kami tidak ada hubungannya dengan itu,” ucapnya.