CakapCakap – Cakap People! Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Rabu, 10 Maret 2021, mengutuk kekerasan terhadap pengunjuk rasa Myanmar dan meminta tentara untuk menahan diri. Tetapi DK PBB gagal mengecam pengambilalihan kekuasan oleh militer Myanmar sebagai kudeta atau mengancam tindakan lebih lanjut karena ditentang China, Rusia, India dan Vietnam.
Myanmar berada dalam krisis sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih pemimpin Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada 1 Februari. Suu Kyi dan pejabat partai Liga Nasional untuk Demokrasi ditahan dan militer kemudian membentuk junta yang berkuasa.
Militer Myanmar menuding adanya penipuan dalam pemilihan umum yang digelar pada November 2020 yang dimenangkann Suu Kyi. Komisi Pemilihan Umum Myanmar telah mengatakan pemungutan suara itu berlangsung secara adil.
Reuters melaporkan, Kamis, 11 Maret 2021, DK PBB mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka “mengutuk keras” kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai, termasuk terhadap wanita, pemuda dan anak-anak.
“Dewan menyerukan militer untuk menahan diri sepenuhnya dan menekankan bahwa mereka mengikuti situasi dengan cermat.”
Tetapi bahasa yang akan mengutuk kudeta dan mengancam kemungkinan tindakan lebih lanjut telah dihapus dari teks rancangan Inggris, karena ditentang oleh China, Rusia, India dan Vietnam.
Seorang juru bicara junta tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dia berharap pernyataan Dewan Keamanan akan mendorong militer untuk menyadari “sangat penting” agar semua tahanan dibebaskan dan hasil pemilihan November dihormati.
DK PBB juga mengungkapkan keprihatinan yang mendalam pada pembatasan personel medis, masyarakat sipil, anggota serikat pekerja, jurnalis dan pekerja media, dan “seruan untuk segera membebaskan semua yang ditahan secara sewenang-wenang.”
Lebih dari 60 orang telah tewas dan sekitar 1.800 orang ditahan dalam tindakan keras dalam aksi protes harian terhadap kudeta di Myanmar, kata sebuah kelompok advokasi.
Puluhan jurnalis termasuk di antara mereka yang ditangkap.
Pernyataan DK PBB itu “mengungkapkan dukungannya yang berkelanjutan untuk transisi demokrasi di Myanmar, dan menekankan perlunya menegakkan lembaga dan proses demokrasi, menahan diri dari kekerasan, sepenuhnya menghormati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental serta menegakkan supremasi hukum.”
Negosiasi atas teks tersebut, yang dimulai setelah rapat tertutup pada hari Jumat, mengisyaratkan bahwa DK PBB dapat berjuang untuk berbuat lebih banyak lagi di Myanmar.
Rusia dan China, yang merupakan kekuatan veto DK PBB bersama dengan Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris, secara tradisional telah melindungi Myanmar dari tindakan dewan yang kuat.
Dalam draft awal pernyataan DK PBB pada Rabu, 10 Maret 2021, yang dilihat oleh Reuters, terdapat bahasa mengutuk kudeta militer dan mengatakan DK PBB siap “untuk mempertimbangkan kemungkinan tindakan lebih lanjut,” yang umumnya dilihat sebagai kode untuk sanksi.
Tetapi para diplomat mengatakan Rusia, China, India, dan Vietnam semua mengusulkan amandemen dan bahasa itu dibatalkan.
Seorang penyelidik hak asasi manusia independen PBB di Myanmar dan Human Rights Watch yang berbasis di New York telah meminta Dewan Keamanan PBB untuk memberlakukan embargo senjata global dan sanksi ekonomi kepada junta.
Upaya Dewan Keamanan PBB di Myanmar dibatasi pada dua pernyataan setelah tindakan keras militer tahun 2017 mengirim ratusan ribu Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dan menyebabkan tuduhan PBB tentang pembersihan etnis, yang dibantah oleh tentara.
Dalam sebuah pernyataan kepada pers beberapa hari setelah kudeta terjadi di Myanmar, DK PBB menyatakan keprihatinan atas keadaan darurat yang diberlakukan oleh militer Myanmar dan menyerukan pembebasan semua yang ditahan.