CakapCakap – Cakap People! Presiden Joko Widodo sudah mengumumkan penetapan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat terkait wabah virus corona atau COVID-19 di Indonesia. Penetapan status ini berdasarkan risiko dari penyebaran penyakit ini.
Ia menegaskan, bahwa opsi yang dipilih pemerintah dalam menghadapi pandemi COVID-19 adalah Pembatasan Sosial Skala Besar (PSSB) demi memutus mata rantai penyebaran corona.
Pemerintah juga mempertimbangkan untuk menetapkan darurat sipil sebagai langkah terakhir jika situasi semakin buruk.
“Pemerintah telah menetapkan COVID-19 sebagai jenis penyakit dengan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Oleh karenanya pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa, 31 Maret 2020.
Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. UU ini ditandantangani Presiden Jokowi dan diundangkan pada 7 Agustus 2018.
Pasal 1 angka 2 UU 6/2018 menyebutkan, Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.
Penetapan status Darurat Kesehatan Masyarakat dilakukan oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 10.
Pasal ini menyatakan pemerintah berwenang menetapkan dan mencabut status Darurat Kesehatan Masyarakat.
“Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pemerintah Pusat terlebih dahulu menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat,” bunyi Pasal 10 ayat (3).
Sedangkan ketentuan mengenai tata cara penetapan dan pencabutan status ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Lantas apa urgensi status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat?
Dalam penjelasan umum tentang UU Kekarantinaan Kesehatan dijelaskan bahwa sebagai bagian masyarakat dunia, Indonesia juga berkewajiban untuk melakukan cegah tangkal terhadap terjadinya Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia (Public Health Emergency of International Concern) sebagaimana diamanatkan dalam regulasi internasional di bidang kesehatan (International Health Regulations/IHR tahun 2005).
Dalam melaksanakan amanat ini, Indonesia harus menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi manusia, dasar-dasar kebebasan seseorang, dan penerapannya secara universal. Hal ini dipertegas dalam Pasal 4.
“Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.”
Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat diimplementasikan dalam berbagai kegiatan. Pasal 56 menyatakan, dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilakukan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh Pejabat Karantina Kesehatan.
Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Sedangkan Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar ditetapkan oleh Menteri. Demikian seperti dilansir dari iNews.
One Comment
Leave a ReplyOne Ping
Pingback:Berani Palsukan SIKM, Pengguna Kendaraan Bakal Kena Denda Rp 12 miliar - CakapCakap