CakapCakap – Cakap People! Laporan dari orang-orang Uighur yang diasingkan, yang terpaksa melarikan diri dari China, telah membahas soal rumah mereka yang dibuldoser dan aborsi paksa setelah enam bulan kehamilan.
Sebuah pengadilan di London akan mempertimbangkan apakah tindakan China terhadap Muslim Uighur termasuk dalam genosida. Itu terjadi setelah komunitas internasional mengkritik negara itu atas tindakan kamp pendidikan ulangnya. China menyangkal bahwa ada pelanggaran hukum hak asasi manusia yang dilakukan, melansir Unilad.co.uk.
Sebagai bagian dari pengadilan ini, Muslim Uighur yang terpaksa meninggalkan negara itu telah membahas perlakuan yang mereka terima saat berada di kamp-kamp di Xinjiang. Kamp-kamp tersebut memiliki sekitar satu juta orang di dalamnya dan mayoritas orang diyakini sebagai Muslim Uighur.
Ibu empat anak Bumeryem Rozi, yang saat ini tinggal di Turki, membahas bagaimana pengalamannya di Pengadilan yang dimulai pada Jumat, 4 Juni 2021. Pengadilan ini tidak mengikat, tetapi diharapkan akan membuka jalan bagi tindakan internasional.
Rozi telah berbicara kepada Associated Press (AP) tentang pengalamannya sebelum kesaksiannya:
“Saya hamil enam setengah bulan … Polisi datang, satu orang Uighur dan dua orang China. Mereka memasukkan saya dan delapan wanita hamil lainnya ke dalam mobil dan membawa kami ke rumah sakit. Mereka pertama memberi saya pil dan mengatakan untuk meminumnya. Jadi saya lakukan. Sya tidak tahu pil apa itu. Setengah jam kemudian, mereka menusukkan jarum ke perut saya. Dan beberapa saat setelah itu saya kehilangan anak saya.”
Semsinur Gafur, mantan dokter kandungan-ginekologi, juga akan berbicara tentang kamp dan memberikan beberapa keterangannya kepada AP :
“Jika sebuah rumah tangga memiliki kelahiran lebih dari yang diizinkan, mereka akan meruntuhkan rumah … Mereka akan meratakan rumah, menghancurkannya. Ini adalah hidup saya di sana. Itu sangat menyedihkan. Dan karena saya bekerja di rumah sakit negara, orang-orang tidak mempercayai saya. Orang-orang Uighur melihat saya sebagai pengkhianat China.”
Pengasingan Uighur lainnya, Mahmut Tevekkul, mengatakan dia dipenjara dan disiksa pada 2010 oleh otoritas China:
“Mereka menempatkan kami di lantai keramik, membelenggu tangan dan kaki kami dan mengikat kami ke pipa, seperti pipa gas. Ada enam tentara yang menjaga kami. Mereka menginterogasi kami sampai pagi dan kemudian mereka membawa kami ke area penjara dengan keamanan maksimum.”
Terlepas dari klaim ini, dan Inggris mengikuti Belgia, Kanada dan Belanda dalam melabeli situasi sebagai genosida, China masih menyangkal klaim tersebut. Seorang juru bicara pemerintah China, Elijan There, mengatakan kepada wartawan bahwa ‘tidak ada yang namanya genosida atau kerja paksa di Xinjiang,’ dan menambahkan bahwa negara itu akan mengambil tindakan balasan jika pengadilan tersebut berdampak buruk pada negara tersebut.
Berbicara tentang motivasinya untuk bersaksi, Bumeryem Rozi mengatakan dia hanya ingin melihat lagi putra bungsunya yang terakhir dia lihat di sebuah kamp pada tahun 2015 ketika dia berusia 13 tahun.
“Saya ingin anak saya dibebaskan sesegera mungkin, saya ingin melihat dia dibebaskan,” katanya.
UNILAD.CO.UK, ASSOCIATED PRESS (AP)