CakapCakap – Cakap People! Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kerap menyebut virus corona sebagai “virus China” dalam pidato dan postingan media sosialnya. Nah, sepertinya Presiden Joe Biden, penggantinya, memastikan bahwa istilah itu tidak akan bertahan lama.
Melansir Elite Readers, Jumat, 29 Januari 2021, menurut laporan media baru-baru ini, Biden kemungkinan bakal mengambil langkah untuk memastikan bahwa istilah tersebut tidak digunakan dalam dokumen resmi pemerintah. Tim transisinya dan Dewan Kebijakan Domestik Gedung Putih dilaporkan sedang mempersiapkan perintah eksekutif yang akan menghapus bahasa yang menyinggung rasial dalam upaya memerangi diskriminasi terhadap orang Amerika keturunan Asia.
COVID-19 bukan ‘virus China atau ‘virus Wuhan’
Dengan adanya perintah eksekutif, lembaga pemerintah seperti Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan akan menghapus kata-kata xenopobik yang digunakan untuk menggantikan COVID-19.
Mantan Presiden AS Donald Trump sering mengecam China dalam wawancara dan tweet-nya
Menurut Stop AAPI Hate, telah terjadi “peningkatan xenofobia dan fanatisme yang mengkhawatirkan akibat pandemi COVID-19”.
Dalam website resmi organisasi tersebut mengatakan bahwa telah terjadi banyak “insiden kebencian, kekerasan, pelecehan, diskriminasi, pengucilan, dan penindasan terhadap anak-anak orang Asia Amerika dan Kepulauan Pasifik” dari Maret hingga Desember 2020. Faktanya, mereka telah menerima lebih dari 2.800 laporan selama periode tersebut.
“Gagasan bahwa presiden Amerika Serikat tidak akan bermusuhan dan tidak menjadi penyebar kebencian yang luar biasa adalah luar biasa. Saya berharap perintah ini membalikkan kerusakan yang disebabkan di bawah pemerintahan Trump, yang menggunakan dolar federal dan sumber daya untuk menciptakan iklim yang tidak bersahabat dan menyebabkan reaksi balik yang diarahkan ke komunitas kami.”
COVID-19 Global
Virus corona baru yang menjadi penyebab penyakit COVID-19 ini telah menjangkiti lebih dari 102 juta orang di seluruh dunia, termasuk telah merenggut nyawa manusia lebih dari 2,2 juta orang sejauh ini. Virus ini pertama kali diidentifikasi di Wuhan, China, pada Desember 2019.
Amerika Serikat masih menjadi negara dengan kasus infeksi dan kematian akibat COVID-19 tertinggi nomor satu di dunia, dengan telah melaporkan total lebih dari 26,3 juta kasus, dan lebih dari 443.000 kematian.
India menempati tertinggi kedua setelah Amerika, dengan mencatat lebih dari 10,7 juta orang yang terinfeksi, sementara itu lebih dari 154.000 orang meninggal akibat COVID-19.
Brasil melengkapi tiga besar untuk kasus COVID-19 dengan telah mengumpulkan total sebanyak lebih dari sembilan juta orang. Negara ini mencatat angka kematian akibat COVID-19 tertinggi kedua setelah Amerika, yakni total sebanyak lebih dari 221.000 kematian.