CakapCakap – Cakap People! Virus corona bisa dengan sangat mudah dan cepat ditularkan melalui tetesan (droplet) saat seseorang yang memiliki COVID-19 sedang batuk, bersin atau bahkan saat sedang berbicara dengan orang lain.
Sebuah studi baru menegaskan bahwa berbicara dengan keras menghasilkan tetesan (droplet) yang cukup untuk mengirimkan virus corona kepada orang lain.
Mengingat bahwa satu mililiter cairan oral mengandung sekitar 7 juta salinan virus corona (menurut penelitian sebelumnya), para penulis studi baru ini menentukan bahwa berbicara dengan keras hanya dalam satu menit dapat memancarkan lebih dari 1.000 tetesan (droplet) yang mengandung virus.
Hasil studi yang sudah diterbitkan dalam jurnal Proceeding of National Academy of Sciences ini, juga menunjukkan bahwa tetesan-tetesan (droplet) itu kemudian dapat tetap berada di udara selama delapan menit atau lebih.
Meskipun sekarang sudah banyak orang yang paham bahwa virus corona (yang nama klinisnya SARS-CoV-2) dapat menyebar melalui tetesan (droplet) dari batuk dan bersin, penelitian ini menggarisbawahi ancaman yang ditimbulkan oleh orang tanpa gejala (OTG) atau asymptomatic dan presymptomatic carriers — orang-orang yang telah terinfeksi yang tidak merasa sakit tetapi masih bisa menularkan virus.
“Tetesan saat bicara yang dihasilkan oleh asymptomatic carriers dari SARS-CoV-2 semakin dianggap sebagai kemungkinan mode penularan penyakit,” tulis para peneliti, dilansir Business Insider.
Studi ini juga menemukan bahwa berbicara yang lebih keras menghasilkan jumlah tetesan yang lebih tinggi, meskipun penulis mencatat bahwa “ada kemungkinan besar bahwa berbicara dengan normal menyebabkan penularan virus melalui udara di lingkungan terbatas.”
Hasil studi ini konsisten dengan analisis CDC baru-baru ini tentang wabah virus corona di tempat latihan paduan suara di negara bagian Washington. Dari 61 peserta, 33 dinyatakan positif dan 22 lainnya mengembangkan dugaan kasus.
“Tindakan menyanyi itu sendiri, mungkin telah berkontribusi pada transmisi melalui emisi aerosol, yang dipengaruhi oleh kenyaringan vokalisasi,” kata laporan CDC.
Studi baru menemukan bahwa tetesan yang dipancarkan melalui ucapan menyusut antara 20% dan 34% dari ukuran aslinya setelah dilepaskan ke udara. Itu memperlambat kecepatan tetesan jatuh ke tanah, yang berarti tetesan dapat tetap di udara selama beberapa menit.
Temuan itu muncul ketika negara-negara mulai mencabut lockdown, memungkinkan perusahaan untuk dibuka kembali dan mengizinkan beberapa pertemuan sosial. Di beberapa tempat, kerumunan orang yang tidak memakai masker menentang pedoman social distancing, memicu kekhawatiran tentang wabah baru.
“Kita tidak melakukan reopening berdasarkan ilmu pengetahuan,” kata Dr. Thomas Frieden, mantan direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) kepada The New York Times.
“Kita melakukan reopening berdasarkan politik, ideologi, dan tekanan publik. Dan saya pikir itu akan berakhir buruk. “