CakapCakap – Cakap People! Bank Indonesia atau BI kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen pada Oktober 2022. Persentase suku bunga BI ini merupakan yang tertinggi sejak Maret 2020.
Lalu apa itu suku bunga?
Menurut Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, suku bunga merupakan harga yang harus dibayar atau diterima terkait simpan pinjam. Apabila nasabah menyimpan dana di suatu bank, suku bunga merupakan harga yang harus dibayarkan pihak bank kepada nasabah tersebut. Ini disebut juga dengan bunga simpanan.
Sebaliknya, jika nasabah yang meminjam uang kepada bank, maka suku bunga merupakan harga yang harus dibayar nasabah karena memperoleh fasilitas pinjaman. Hal ini disebut bunga pinjaman.
Lalu bagaimana cara menghitung suku bunga ini?
Mengutip laman Investopedia, suku bunga adalah jumlah yang dibebankan pemberi pinjaman kepada peminjam dan merupakan persentase dari jumlah dana yang dipinjamkan. Tingkat bunga pinjaman biasanya dicatat secara tahunan yang dikenal sebagai annual percentage rate (APR). Rumus menghitung suku bunga adalah jumlah dana yang dipinjamkan, kemudian dikali persentase bunga, dan dikali waktu.
Sebagai contoh, seseorang menyimpan uang di bank senilai Rp 100 juta dengan suku bunga sebesar 4,75 persen dalam kurun waktu lima tahun. Maka nasabah tersebut akan mendapatkan bunga sebesar Rp1 00 juta dikali 4,75 persen dikali lima tahun. Total nasabah mendapatkan bunga dari bunga simpanan selama kurun waktu tersebut sebesar Rp 23,75 juta. Jika suku bunga dibayarkan tiap akhir tahun, nasabah akan menerima sebesar Rp4,7 juta.
Bagaimana sejarah pemberlakuan bunga?
Richard Sylla dalam bukunya berjudul A History of Interest Rates menjelaskan bahwa suku bunga diperkirakan telah mendahului keberadaan mata uang selama beberapa ribu tahun. Contoh penetapan bunga pertama yang tercatat adalah kumpulan dokumen Sumeria kuno dari 3000 sebelum Masehi atau SM. Dokumen ini menunjukkan penggunaan bunga secara sistematis untuk meminjamkan biji-bijian dan logam.
Pemberlakuan bunga merupakan praktik kuno dan mulai umum digunakan pada abad pertengahan. Sebelum abad ke-14, norma-norma sosial dari peradaban Timur Tengah menganggap pembebanan bunga pinjaman sebagai semacam dosa. Hal ini disebabkan karena pinjaman diberikan kepada orang yang membutuhkan kemudian malah menjadi beban bagi mereka. Kemudian pada era Renaisans, praktik pemberlakuan bunga mulai dianggap rasionalis.