CakapCakap – Cakap People! Sebuah studi yang dilakukan oleh KU Leuven (Belgia) dan TU Eindhoven (Belanda) memperingatkan publik bahwa berjalan, berlari, dan bersepeda di sebuah posisi slip-stream atau berdekatan satu sama lain bisa meningkatkan risiko tertular virus corona (COVID-19). Berdasarkan studi COVID-19 yang ekuivalen secara aerodinamis, melalui simulasi, para engineer dan dokter menemukan bahwa tetesan atau droplet berukuran 40mm hingga 200 mm, dihembuskan oleh orang yang bergerak A, dapat dihirup oleh orang B jika dia berada di belakang orang A.
Studi itu mengatakan bahwa mayoritas negara di seluruh dunia, memberlakukan jarak sosial (social distancing) antara 1 hingga 2 meter antara satu dengan yang lain. Menurut studi tersebut, tindakan semacam itu mungkin efektif untuk orang-orang yang berdiri di garis, tetapi ketika dua orang atau lebih pergi berjalan, berlari, atau naik sepeda, setiap partikel yang dipancarkan atau dihembuskan orang pertama akan dihirup oleh orang-orang berikutnya yang ada di belakangnya.
The authors of this study advise, “for walking the distance of people moving in the same direction in 1 line should be at least 4–5 meter, for running and slow biking it should be 10 meters and for hard biking at least 20 meters.”
https://t.co/Rl2TJ9o5LY— Dr. Mike Mendoza (@DrMikeMendoza) April 13, 2020
“Ketika seseorang berlari, bernafas atau batuk, partikel-partikel itu tertinggal di udara. Orang yang berlari di belakang kamu dalam apa yang disebut slip-stream melewati awan tetesan [droplet] ini (dan akhirnya menghirup partikel yang dipancarkan oleh orang pertama),” kata laporan itu, seperti dilansir dari Medium, Rabu, 15 April 2020.
Lebih lanjut ahli menjelaskan bahwa ketika orang A menghembuskan tetesan (droplet) dan orang B bergerak ke depan, orang B dapat pindah ke awan tetesan (droplet) yang dihembuskan oleh orang A.
https://twitter.com/realBertBlocken/status/1247540730425249799?s=20
“Jadi, pergerakan orang dapat memengaruhi paparan tetesan,” kata para ahli, yang terdiri dari para engineer dan dokter.
Para ahli menyarankan bahwa jarak ideal dari satu orang ke orang lain yang bergerak “berdampingan” atau dalam posisi terhuyung-huyung, mereka bisa membuat jarak 1,5 meter hingga 2 meter (atau 6 kaki) dari satu sama lain. Namun, jika dua orang atau lebih bergerak yang diposisikan dalam posisi slip-stream, mereka harus memiliki jarak 5 meter saat berjalan cepat, 10 meter saat berlari cepat, 20 meter saat bersepeda cepat.
“Jarak sosial harus dijaga dan ditingkatkan ketika dalam slip-stream dengan meningkatnya kecepatan orang B, ”kata para ahli.
Para peneliti menghasilkan penemuan ini dengan “mensimulasikan terjadinya partikel air liur orang yang bergerak, termasuk saat berjalan dan berlari di dua posisi berbeda, yaitu “diagonal satu sama lain”, dan “langsung di belakang satu sama lain”.
Rekomendasi atau saran dari para ahli ini dibuat melalui animasi dan visual yang dilakukan oleh para tim engineer. Melalui hasil animasi itu menunjukkan bahwa selain dari orang-orang yang bersin atau batuk dengan kekuatan yang lebih besar, orang yang hanya bernafas juga dapat memancarkan tetesan (droplet) dan juga dapat meninggalkan partikel di udara.
Titik-titik merah dalam animasi itu menjelaskan, mewakili partikel terbesar, yang menciptakan peluang tertinggi “kontaminasi”, tetapi juga jatuh dengan cepat. Namun, ketika partikel-partikel mengalir melalui awan, ia masih bisa mendarat di pakaian seseorang, menurut Professor Bert Blocken.
Studi ini dilakukan oleh dua civil engineer machine, dan dua engineer penerbangan, salah satunya adalah seorang ahli medis dalam simulasi dan seorang ahli kesehatan untuk otoritas Eropa.
*Foto via Elite Readers
One Comment
Leave a ReplyOne Ping
Pingback:Selama PSBB Berlaku di Makassar, Ojek Online Dilarang Bawa Penumpang - CakapCakap