Cakapcakap – Jika mendengar perihal sastra, apa yang pertama kali muncul dalam pikiran Cakap People? Sesuatu yang penuh kelembutan, penuh makna atau yang berbau dramatis? Lebih dari itu! Ternyata berbekal dari sastra kita dapat memerangi kekerasan pada anak-anak lho! Mungkin bagi sebagian orang, sastra hanya-lah kumpulan kata-kata manis yang memiliki arti tersembunyi.
Padahal jika dipahami, sastra menyimpan sisi edukasi yang terbilang mumpuni. Baik untuk memberikan kritik hingga perlawanan yang kesannya verbal. Setidaknya, hal tersebut-lah yang dilakukan oleh sosok penyair kelahiran Makassar, 1 Mei 1971 ini. Sudah bisa menebak siapakah beliau? Ia adalah M. Yulanwar, yang merupakan sosok aktif yang memberikan perlawanan pada kekerasan anak lewat dunia sastra.
Sosok-nya ini telah menulis puisi semenjak ia masih duduk di bangku SMP. Bersama dengan teman lamanya, yakni Fadiah Mahmud yang merupakan Ketua dari Lembaga Perlindungan Anak Sulsel, ia kian aktif dalam menyuarakan perlawanan terhadap kekerasan anak. Menurut penuturan-nya pada KabarMakassar, ia menyebutkan jika dirinya ikut membantu Fadiah guna mengumpulkan buku yang berisi tentang puisi anak. Sebab menurutnya, jika ditinjau dari sudut seorang penyair, maka cukup penting keterlibatan seorang penyair lokal guna terlibat dengan isu-isu seputar anak.
Yulanwar juga berargumen jika puisi adalah puncak dari ilmu. Melalui seni pun seseorang dapat melihat suatu peristiwa lebih dalam dan disertai oleh ketenangan. Puisi dapat merindangkan hati, selain itu kehadiran puisi ini juga dapat dijadikan sebagai suatu perlawanan yang bersifat lembut. Sebab, banyak pimpinan yang tak senang dengan seni yang kasar.
Pasti kita semua setuju bukan jika kekerasan pada anak tak selalu berkaitan dengan kekerasan secara fisik? Melainkan ada juga kekerasan secara verbal. Nah, untuk memberikan perlawanan terhadap kekerasan verbal inilah dibutuhkan sesuatu yang sifatnya tenang dan lembut. Hal tersebut diutarakan oleh sosok Yulanwar dalam bukunya yang berjudul ‘Berkaca’. Di mana di dalamnya memuat penjelasan seputar edukasi tentang kelembutan sikap dan hati.
Selain itu, dalam hal mendidik anak pun juga sudah berbeda. Sebab zaman semakin maju, sehingga pola mendidik anak juga harus semakin kaya seiring dengan berlalunya waktu. Ia pun mengambil contoh pendidikan yang ia berikan kepada sang anak. Di mana sewaktu anaknya ulang tahun, ia tak membelikan kue yang diinginkan oleh sang anak. Namun dirinya berjanji guna memberikan nama yang bagus sebagai kebanggaan bagi anaknya. Bahkan ia juga berjanji untuk mengukir nama yang baik di tengah masyarakat.
Sebab nama orang tua yang baik juga akan memberikan dampak baik pada anak dan keluarganya. Sebagai contoh kasus adalah seorang koruptor. Di mana sesungguhnya para koruptor tersebut tak hanya menorehkan nama buruk bagi dirinya saja, melainkan juga pada keturunannya.
Setuju bukan Cakap People dengan yang dilakukan oleh M. Yulanwar ini? Hendaknya kita dapat memetik hikmah, jika kekerasan pada anak memang harus diperangi. Cara memerangi tindakan tersebut pun berbeda-beda. Jika kamu seorang sastrawan, maka perangi melalui sastra. Namun, jika kamu seorang guru maka perangi dengan memberikan edukasi yang mumpuni untuk para anak didik agar esok hari ia menjadi orang tua yang penuh kelembutan. Begitu pula dengan profesi yang lain. Setidaknya pilihlah untuk bersuara dibanding kamu diam membisu layaknya patung yang tak hidup.