CakapCakap – Cakap People! Presiden Joko Widodo telah secara resmi menunjuk lawan politiknya pada Pemilihan Presiden 2014 dan 2019, yaitu Ketua Partai Gerindra, Prabowo Subianto, untuk mengambil alih pimpinan Kementerian Pertahanan saat presiden mengumumkan secara resmi Kabinet Indonesia Maju untuk membantunya dalam masa jabatan kedua dan terakhir pada hari Rabu, 23 Oktober 2019, di Istana Negara, Jakarta.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan susunan kabinet baru sambil duduk lesehan bersama para menterinya di tangga undak-undakan Istana Merdeka di Jakarta, dengan membacakan dan memanggil para menteri satu per satu dan menyampaikan harapannya untuk masing-masing dari mereka sehubungan dengan tugas mereka.
Dilansir dari The Jakarta Post, Rabu, 23 Oktober 2019, ketika mengumumkan Prabowo sebagai Menteri Pertahanan, Jokowi hanya mengatakan: “Saya yakin saya tidak perlu untuk memberi tahu beliau tentang pekerjaannya ─ beliau tahu lebih banyak dari saya.”
Prabowo yang merupakan seorang mantan jenderal militer, menggantikan Ryamizard Ryacudu, yang telah memimpin Kementerian Pertahanan selama hampir lima tahun setelah bergabung dengan Kabinet jangka pertama Jokowi sejak awal.
Posisi Menteri Pertahanan dipandang oleh banyak orang sebagai posisi kunci, karena kementerian ini bertugas merumuskan strategi pertahanan nasional secara umum.
https://www.instagram.com/p/B38pUUdhMy0/?igshid=79v1qcvmf4om
Ketika bertemu wartawan setelah pelantikannya, Prabowo hanya memberikan komentar singkat tentang rencananya untuk jabatan barunya, dengan mengatakan “Saya akan belajar tentang situasi terakhir dan kemudian mulai bekerja.”
Penunjukan Prabowo memimpin kementerian pertahanan ─ yang secara luas diharapkan setelah ia dipanggil oleh Jokowi pada hari Senin ─ disambut dengan kritik dari para aktivis Hak Asasi Manusia, yang menunjuk pada catatan jejak Prabowo yang tercemar dan mempertanyakan apakah ia adalah orang yang tepat untuk memimpin kementerian yang seharusnya menjadi ujung tombak reformasi militer.
Selama di Angkatan Darat, Prabowo terlibat dalam dugaan kasus penculikan aktivis prodemokrasi pada tahun 1997 dan 1998 dalam kapasitasnya sebagai komandan Pasukan Khusus Angkatan Darat (Kopassus).
Dokumen militer yang bocor pada tahun 2014 menunjukkan bahwa dewan etika perwira militer Indonesia (TNI) menghentikan Prabowo karena dugaan keterlibatannya dalam penghilangan paksa, yang sebenarnya merupakan salah satu kasus pelanggaran hak asasi manusia yang telah dijanjikan oleh pemerintah Jokowi untuk ditangani selama masa jabatan pertamanya.
Komisi Hak Asasi Manusia untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengatakan Prabowo yang bergabung dengan Kabinet menunjukkan bahwa Jokowi “tidak mengerti bahwa hak asasi manusia dan demokrasi harus menjadi pertimbangan dalam memilih calon menteri”.
One Comment
Leave a ReplyOne Ping
Pingback:Ikut Seleksi CPNS 2019? Inilah Daftar Berkas yang Wajib Kamu Persiapkan - CakapCakap