CakapCakap – Pegawai Negeri Sipil (PNS) bolos kerja selama 10 hari secara terus-menerus dapat dikenakan sanksi pemecatan.
Selain itu, bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 28 hari kerja atau lebih dalam 1 tahun akan diberikan hukuman pemberhentian dengan tidak hormat atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) menerbitkan aturan baru yang melarang PNS bolos kerja.
Menteri PANRB Tjahjo Kumolo meminta Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) agar mengawasi jam kerja PNS secara ketat.
Hal tersebut tercantum dalam Surat Edaran (SE) Menteri PANRB No.16/2022, yang merupakan tindak lanjut atas ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 94/2021 tentang Disiplin PNS.
PNS bisa diberhentikan secara tidak hormat karena permintaan sendiri jika tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerus selama 10 hari kerja.
“Hal tersebut tertuang pada Pasal 11 ayat (2) huruf d angka 3) dan angka 4) Peraturan Pemerintah No. 94/2021 tentang Disiplin PNS,” ujarnya, dikutip dari keterangan resmi di laman Kemen PANRB, Kamis, 23 Juni 2022.
PNS yang Bolos Kerja akan Dipecat
Secara keseluruhan, PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif atau total selama 28 hari kerja atau lebih dalam 1 tahun, juga akan diberikan hukuman.
Mereka akan mendapat sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Sebagai upaya pencegahan pelanggaran tidak masuk kerja yang lebih berat, serta percepatan pembinaan PNS yang melanggar ketentuan masuk kerja di lingkungannya, PPK perlu membangun sistem pengawasan terhadap kehadiran pegawai dengan lebih cepat dan akurat sesuai dengan karakteristik masing-masing, jelas Tjahjo.
Penerapan pola WFO dan WFH sejalan dengan upaya meminimalkan penyebaran COVID-19.
Pengawasan pelaksanaan pola kerja ini dapat dilakukan melalui pengembangan sistem yang sebelumnya telah digunakan dan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing Kementerian/Lembaga/Daerah.
Aturan Jam Kerja PNS
Selain itu, Tjahjo melalui SE juga menjelaskan jumlah jam kerja efektif bagi instansi pusat dan daerah yang melaksanakan lima atau enam hari kerja memenuhi minimal 37,5 jam per minggu.
“Untuk itu PPK diharapkan melakukan pengawasan terhadap ASN agar menaati jam kerja sesuai ketentuan yang berlaku dalam rangka menjamin tercapainya kinerja individu dan organisasi,” kata Tjahjo.
SE tersebut ditujukan bagi Menteri Kabinet Indonesia Maju, Sekretaris Kabinet, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung RI, Kepala BIN, Kepala LPNK, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, Kesekretariatan Lembaga Non-Struktural, Pimpinan Lembaga Penyiaran Publik, Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Larangan bagi PNS
Menurut Peraturan Pemerintah No. 94/2021 tentang Disiplin PNS, selain dilarang bolos kerja, PNS juga dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. menyalahgunakan wewenang;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain yang diduga terjadi konflik kepentingan dengan jabatan;
3. menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain;
4. bekerja pada lembaga atau organisasi internasional tanpa izin atau tanpa ditugaskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian;
5. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing kecuali ditugaskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian;
6. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen, atau surat berharga milik negara secara tidak sah;
7. melakukan pungutan di luar ketentuan;
8. melakukan kegiatan yang merugikan negara;
9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;
10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
11. menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaan;
12. meminta sesuatu yang berhubungan dengan jabatan;
13. melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani; dan
14. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Ralryat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Ralryat Daerah dengan cara:
– ikut kampanye;
– menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
– sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;
– sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
15. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye;
16. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, danmasyarakat; dan/atau
17. memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.