CakapCakap – Cakap Poeple! Amerika Serikat (AS) akan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Korea Utara pada pertemuan bulan Mei ini. Sanksi tersebut tidak lepas dari peluncuran rudal balistik yang baru-baru ini.
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, pada hari Selasa, 3 Mei 2022, berharap anggota Dewan Keamanan PBB memiliki pandangan yang sama dengan AS pada pemungutan suara mendatang.
“Ini adalah rencana kami untuk meneruskan resolusi itu selama bulan ini. Kami sangat prihatin dengan kondisi ini. Harapan kami adalah dewan tetap bersatu dalam mengutuk tindakan Korea Utara,” kata Thomas-Greenfield, seperti dikutip Reuters.
Bulan lalu AS telah mengedarkan rancangan resolusi awal kepada 15 anggota Dewan Keamanan PBB yang berisi usulan untuk melarang ekspor tembakau dan mengurangi separuh ekspor minyak ke Korea Utara.
Rancangan resolusi itu juga mencakup seruan untuk memasukkan kelompok peretas Lazarus asal Korea Utara ke dalam daftar hitam.
Sayangnya, Rusia dan China kemungkinan besar akan menentang adanya sanksi baru terhadap Korea Utara. Sebuah resolusi Dewan Keamanan membutuhkan sembilan suara “ya” untuk disahkan, tanpa veto oleh Rusia, China, Perancis, Inggris atau AS.
Korea Utara diketahui telah melakukan uji coba peluncuran rudal baru pada pertengahan April lalu. Banyak pihak meyakini bahwa uji coba tersebut merupakan pertanda bahwa Kim Jong Un siap membawa negaranya menuju senjata nuklir taktis.
Korea Utara terakhir kali melakukan uji coba nuklir pada tahun 2017. Mereka bahkan meledakkan salah satu terowongan di situs uji coba nuklir di Punggye-ri. Langkah itu dinilai telah berhasil memulihkan hubungan diplomatik dengan AS dan Korea Selatan.
Korea Utara telah dikenai sanksi PBB sejak 2006, yang terus ditingkatkan Dewan Keamanan PBB selama bertahun-tahun dalam upaya untuk memotong dana untuk senjata nuklir dan program rudal balistik.
Namun, deretan sanksi yang diterima tampaknya tak menyurutkan tekad Korea Utara untuk memperkuat kemampuan rudalnya. Bahkan ketika negaranya mengalami krisis pangan, serangkaian program militer besar masih terus dilakukan.