Suatu hari, kamu berada di sebuah bus tanpa AC dan di luar sana tengah hujan deras. Jendela tak mungkin dibuka dan tubuhmu berkeringat karena terengah-engah mengejar bus agar tidak kehujanan. Jauh di belakangmu ada sejumlah penumpang yang merokok. Sementara orang-orang di sekitarmu tampak berkeringat dan gerah. Di saat seperti ini, udara segar harganya mahal. Satu-satunya yang tersedia untuk batang hidungmu hanyalah bau badan orang-orang di sekitarmu yang begitu menusuk hidung. Bagaimana reaksi Cakap People?
Tanpa kamu sadari, ternyata bentuk reaksimu terhadap bau badan orang lain menentukan karakteristik politik kamu. Sebuah riset psikologi yang dilakukan oleh para peneliti dan psikologi di Stockholm University menunjukkan kalau mereka yang sangat mudah terganggu oleh bau badan orang lain cenderung mendambakan sosok pemimpin yang otoriter, tegas nan diktator. Nah, lho.
Kajian ini dilakukan dengan penuh keseriusan terhadap banyak responden. Hasil kajian mereka ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tingkat kesensitifan terhadap bau keringat atau bau pesing toilet dengan kecenderungan untuk lebih suka hidup di tengah-tengah masyarakat yang dipimpin oleh seorang despot. Mereka berpendapat kalau kecenderungan ini tak lain merupakan bentuk pertahanan diri, sama halnya dengan reaksi tubuh kita guna menghindari penyakit berbahaya. Secara praktis, orang-orang yang seperti ini lebih suka berada di kelompok yang sama dan menghindari bergaul dengan kelompok lain. Alasannya sederhana, yakni untuk mengurangi risiko ‘penyakit’.
FYI, gaes, kalau kamu merasa jengkel atau terganggu dengan bau badan, kamu harusnya merasa happy karena itu normal, lho. Rasa jengkel adalah emosi paling dasar yang membuat kita bisa bertahan hidup. Secara biologis, rasa jengkel merupakan cara kita mempertahankan diri dari ancaman luar seperti infeksi atau hal berbahaya lainnya. Penelitian ini tampak sepele, memang. Tapi, penelitian ini dapat menguak bagaimana sebenarnya orang ingin diperintah atau tatanan sosial semacam apa yang diharapkan seseorang. Menurut para peneliti dan psikolog ini, mereka yang dapat dengan mudah terganggu oleh keberadaan bau badan mengidamkan suatu tatanan masyarakat yang terpisah dan berbeda dari kelompok lain.
Marco Tullio Liuzza, salah seorang peneliti dari Magna Graecia University of Catanzaro, Italia, mengatakan, “Dengan memahami variasi antara reaksi emosi paling mendasar pada hal biologis paling sederhana semacam bau badan dan respon terhadap satu kelompok yang benar-benar terpisah dari keseluruhan manusia bisa menjadi petunjuk akan tipe pemimpin seperti apa yang diharapkan oleh suatu komunitas. Di masa mendatang, pengetahuan semacam ini bisa berguna untuk membentuk satu tatanan masyarakat tertentu yang secara karakteristik berbeda dari yang lain.”
Agar sampai pada pengetahuan yang semacam ini, para peneliti tersebut melakukan kajian terhadap para partisipan yang memiliki tingkat bau badan yang berbeda. Setelah itu, mereka diajukan pertanyaan yang ada sangkut pautnya dengan politik. Misalnya, soal pendapat mereka akan pemimpin seperti Donald Trump. Ternyata, gaes, mereka yang sangat reaktif terhadap bau badan, sangat mudah terganggu oleh bau tidak sedap, cenderung memilih Donald Trump. Kamu tahu, kan, kalau Donald Trump orangnya tergolong tegas dan blak-blakan. Dia tidak segan berkata kalau para imigran cenderung menyebarkan penyakit baru dan para wanita seringkali menyebalkan. Nah, dari retorika Trump yang seperti itu kita bisa menilai kalau Presiden AS tersebut, dalam kaca mata biologi, tengah ‘melindungi’ komunitasnya dari serangan penyakit.
Wah, ternyata mereka yang kurang peduli dengan bau badan tergolong penyuka pemimpin yang liberal dan kurang tegas. Orang liberal doyan bau badan, ya. [ED/RM]
This post was created with our nice and easy submission form. Create your post!