in ,

Anak-anak Usia 5-11 Tahun Memiliki Tingkat Infeksi COVID-19 Tertinggi di Singapura

Tingkat infeksi untuk anak-anak berusia lima hingga 11 tahun saat ini sekitar 67 per 100.000 penduduk, kata Ong.

CakapCakapCakap People! Anak-anak berusia lima hingga 11 tahun saat ini memiliki tingkat infeksi COVID-19 tertinggi di Singapura. Demikian diungkapkan Menteri Kesehatan Ong Ye Kung, Selasa, 8 Februari 2022.

Berbicara di Singapore Health Quality Service Awards 2022, yang diadakan di Kampus Rumah Sakit Umum Singapura, Ong, yang menjadi tamu kehormatan, mengatakan bahwa meski rumah sakit saat ini mungkin tidak stres dengan cara yang sama seperti selama gelombang Delta, ada kebutuhan untuk memastikan tersedianya tempat tidur pediatrik yang memadai.

Sebab, varian Omicron lebih banyak menginfeksi anak-anak dibandingkan varian Delta, tambahnya, seperti dilaporkan Straits Times.

Tingkat infeksi untuk anak-anak berusia lima hingga 11 tahun saat ini sekitar 67 per 100.000 penduduk, kata Ong.

Ini karena varian Omicron lebih mungkin menginfeksi anak-anak daripada varian Delta, kata Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung. [Foto: Straits Times / CHONG JUN LIANG]

Mereka yang berusia 12 hingga 19 tahun memiliki tingkat infeksi tertinggi berikutnya, sekitar 55 per 100.000.

“Ini sangat berbeda dibandingkan saat gelombang Delta yang kebanyakan menjangkiti lansia,” kata Menkeu.

Ia menambahkan bahwa tingkat infeksi saat ini di antara kelompok usia yang lebih tua lebih rendah, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.

“Dengan semakin banyak anak-anak dan remaja yang terinfeksi, kasus yang parah tidak dapat dihindari dan kami perlu memastikan bahwa ada cukup tempat tidur untuk mereka,” katanya, seraya menambahkan bahwa rumah sakit umum dan swasta menyediakan lebih banyak tempat tidur seperti itu, sementara fasilitas perawatan COVID-19 juga mengubah lebih banyak tempat tidur untuk anak-anak dan pengasuh mereka.

Untungnya, kata Ong, rawat inap anak-anak karena COVID-19 sering kali precautionary in nature, dengan masa inap singkat sekitar dua hingga tiga hari.

“Meskipun demikian, penting untuk membuat mereka divaksinasi untuk melindungi mereka dari risiko penyakit parah jika mereka terinfeksi,” tambahnya.

Ong menekankan bahwa vaksin dan suntikan booster terus membuat perbedaan yang signifikan pada hasil klinis individu yang terinfeksi.

Ia pertama kali mencatat bahwa saat ini, 0,3 persen pasien, baik muda atau tua, yang terinfeksi varian Omicron membutuhkan suplementasi oksigen atau perawatan di unit perawatan intensif (ICU).

Kemudian, mengutip contoh manula, Ong mengatakan bahwa meski rata-rata, 1,8 persen dari mereka yang berusia 60 tahun ke atas yang terinfeksi Omicron membutuhkan suplementasi oksigen atau perawatan ICU, ini bervariasi tergantung pada status vaksinasi.

Ilustrasi vaksin COVID-19. [Foto: Reuters]

Untuk manula yang telah mendapaatkan booster, kata Ong, angka ini turun menjadi 1 persen atau kurang. Ini meningkat menjadi sekitar 4 persen untuk mereka yang divaksinasi lengkap tanpa booster.

Tetapi bagi mereka yang tidak sepenuhnya divaksinasi, tingkat penyakit parah seperti itu adalah sekitar 10 persen.

Seorang manula di atas 60 tahun yang tidak divaksinasi penuh adalah 10 kali lebih mungkin untuk jatuh sakit parah ketika terinfeksi Omicron dibandingkan dengan manula yang telah mengambil suntikan booster, kata Ong.

“Dan itulah mengapa vaksinasi dan booster, terutama di kalangan manula, terus menjadi prioritas utama kami,” tambahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Antrean Online Persingkat Waktu Tunggu Pasien JKN-KIS di Fasilitas Kesehatan

Studi China: Melonggarkan Pembatasan di ‘Wilayah Nol COVID’ Bisa Akibatkan 2 Juta Kematian Per Tahun