CakapCakap – Cakap People! Siapa pun yang pernah membaca novel karya penulis JRR Tolkien, yang menjadi dasar pembuatan film The Hobbit, pasti tahu bahwa cerita itu adalah dongeng anak-anak. Buku itu aslinya ditulis untuk putra-putra Tolkien.
Meski masih banyak pertempuran dan kematian menyedihkan yang terjadi dalam cerita, cara penulisannya membuat semuanya terasa sedikit lebih ramah anak dibandingkan film trilogi The Lord of The Rings and The Hobbit garapan sutradara Peter Jackson. Utamanya, saat penonton menyaksikan Thorin menusuk dadanya dengan pisau Azog, atau Filli dibunuh dan dijatuhkan di depan saudara kembarnya.
Untuk mengisi beberapa konten trilogi, tim kreatif menambahkan momen yang dibuat-buat dan dianggap terlalu keras dari buku asli Tolkien. Namun, ada beberapa adegan yang difilmkan tidak berhasil masuk ke final cut karena dianggap terlalu gamblang.
Banyak di antaranya terjadi setelah kedatangan pertama Smaug di Dale, ketika dia membakar kota itu hingga rata dengan tanah. Misalnya, ketika para kurcaci pertama kali tiba di kota saat melihat Lonely Mountain, dan Bilbo melihat mayat hangus seorang ibu yang menggendong bayinya di reruntuhan.
Ada banyak adegan dipotong selain dari yang ditampilkan di film, misalnya tentang pembantaian di Lake Town saat Smaug terbang di atas kepala, membakar, dan merobohkan rumah sebagai pembalasan dendamnya pada Thorin dan geng yang baru saja memberinya hukuman. Namun, sebagian besar aksi berfokus pada Bard dan keluarganya, dan misi mereka mengambil panah hitam dari tempat persembunyiannya sehingga dapat menembak binatang.
Ada juga fokus pada Master of Lake Town dan pelayannya Alfrid, serta upaya pengecut untuk melarikan diri dari kota dengan perahu penuh emas. Semua hal ini digunakan untuk mengalihkan perhatian dari kenyataan mengerikan tentang apa yang sebenarnya terjadi di kota, yaitu orang-orang dibakar hidup-hidup di rumah mereka, tidak dapat melarikan diri dari kematian.
Ironisnya, sebenarnya ada adegan-adegan seperti ini yang difilmkan, tapi tidak pernah sampai ke edisi final karena dianggap terlalu berdarah untuk kisah yang pada dasarnya untuk anak-anak.
Klik DI SINI untuk meneruskan membaca, Cakap People!